Kota Serang — Pelaksanaan Program Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Terpusat (SPAL-DT) dan Perpipaan di Kota Serang menuai perhatian...
Kota Serang — Pelaksanaan Program Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Terpusat (SPAL-DT) dan Perpipaan di Kota Serang menuai perhatian publik. Proyek ini berlokasi di Link Jaha, RT 02/01, Kelurahan Pager Agung, Kecamatan Walantaka, Kota Serang, Banten, dengan anggaran mencapai Rp 547.931.160, termasuk PPN dan PPh. Dana tersebut bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun 2024 dan proyeknya dikelola secara swakelola oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) POPULI.
Namun, pelaksanaan proyek ini terganjal masalah sengketa tanah yang digunakan sebagai lokasi pembangunan. Tanah tersebut diklaim oleh dua pihak, yaitu Samudi, yang menyatakan telah menghibahkan lahan tersebut untuk proyek, dan Jumadi, yang mengaku sebagai pemilik sah tanah tersebut. Klaim kepemilikan tanah ini berpotensi menghambat pembangunan infrastruktur pengelolaan limbah domestik di kawasan tersebut.
Jumadi, yang merasa tanah tersebut adalah warisan kakeknya, menegaskan bahwa ia memiliki surat Girik sebagai bukti kepemilikan. Ia mengaku tidak memahami bagaimana Samudi bisa memperoleh sertifikat tanah yang kini digunakan untuk proyek SPAL-DT.
“Sebenarnya tanah itu bukan milik Samudi, tetapi milik kakek saya. Saya juga tidak tahu bagaimana bisa tanah itu dibangun. Kami memiliki surat Girik, sementara saya tidak tahu dari mana Samudi mendapatkan sertifikatnya,” ujar Jumadi saat diwawancarai dikediamannya pada Senin, 7 Oktober 2024.
Jumadi juga menegaskan akan menghentikan pembangunan proyek SPAL-DT jika sengketa ini tidak segera diselesaikan. "Kalau proyek SPAL-DT ini masih dilanjutkan, saya akan menghentikannya karena tanah itu bukan milik Samudi. Itu milik kakek saya," katanya dengan tegas.
Di sisi lain, Samudi membantah klaim yang dilontarkan Jumadi. Ia bersikeras bahwa tanah tersebut sah miliknya dan sertifikat yang dimilikinya sudah terverifikasi secara legal. Samudi menjelaskan bahwa Girik yang dimiliki Jumadi hanyalah bukti awal sebelum proses pemecahan hak milik dilakukan. Ia menambahkan bahwa pembagian tanah warisan dari kakek mereka sudah dilakukan, namun ia segera membuat sertifikat kepemilikan, sementara Jumadi hanya memegang Girik.
"Tanah itu sudah ada sertifikatnya. Kalau Girik itu hanya data awal sebelum kepemilikannya dipecah. Sebenarnya Jumadi dan saya masih satu cucu, dan kakek dulu sudah membagi warisan. Tapi saya langsung buat sertifikat waktu ada program prona, sedangkan Jumadi hanya memegang Girik sebagai bukti kepemilikan," ungkap Samudi.
Samudi juga menegaskan bahwa hibah tanah tersebut tidak melibatkan uang ganti rugi, melainkan hanya berupa uang kebijakan.
"Kalau untuk uang ganti ruginya tidak ada, paling juga uang kebijakan," katanya.
Sementara itu, Sekretaris KSM Populi, Sarmadi, menjelaskan bahwa keterlambatan pelaksanaan proyek SPAL-DT bukan disebabkan oleh sengketa tanah, melainkan karena anggaran per termin belum turun.
“Yah, gimana nggak mangkrak orang anggarannya saja belum turun. Soal kenapa anggaran belum turun itu nggak tahu saya, adanya di Pemda,” ujar Sarmadi.
Sengketa kepemilikan tanah ini dikhawatirkan akan memperlambat progres proyek SPAL-DT yang dirancang untuk meningkatkan pengelolaan limbah di Kelurahan Pager Agung. Proyek ini diharapkan bisa memberikan solusi sanitasi yang lebih baik dan ramah lingkungan bagi masyarakat setempat. Hingga berita ini diturunkan, pihak pemerintah belum memberikan tanggapan resmi terkait langkah penyelesaian sengketa tanah ini.
Lurah Pager Agung, Mohammad Nafirin, ketika dimintai keterangan, mengaku belum mengetahui adanya sengketa tanah tersebut. Ia menyatakan bahwa penghentian sementara proyek ini lebih disebabkan karena anggaran yang belum turun.
"Saya belum tahu soal itu. Kalau pekerjaan terhenti, itu karena anggarannya belum turun," kata Nafirin.
Proyek SPAL-DT ini merupakan salah satu program pemerintah dalam upaya memperbaiki kualitas sanitasi dan pengelolaan limbah domestik. Namun, dengan adanya sengketa lahan ini, keberlanjutan proyek tersebut tampaknya menghadapi tantangan besar yang harus segera diselesaikan agar manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat.
(Redaksi)
COMMENTS