Dok. sejumlah Karyawan PT Gunung Sari Utama (GSU) Serang – Sebanyak 15 karyawan PT Gunung Sari Utama (GSU), sebuah perusahaan peternakan ...
Serang – Sebanyak 15 karyawan PT Gunung Sari Utama (GSU), sebuah perusahaan peternakan ayam broiler di Kabupaten Serang, memutuskan mogok kerja. Mereka mengaku upah yang diterima tidak sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Kabupaten (UMK). Para pekerja, yang bekerja tanpa libur bahkan pada hari Minggu, hanya dibayar Rp3 juta per bulan meskipun bekerja hingga 24 jam.
PT GSU, yang telah beroperasi selama lebih dari 25 tahun, berlokasi di antara Desa Sukalaba dan Desa Gunung Sari, Kecamatan Gunung Sari. Perusahaan ini bergerak di bidang peternakan ayam pedaging, namun para pekerjanya mengeluhkan kebijakan perusahaan yang dianggap merugikan.
Ruh’yat, salah satu pekerja, mengungkapkan rasa frustrasinya atas kebijakan perusahaan yang dianggap mengekang hak mereka.
“Kami berencana meminta kenaikan gaji hari ini. Upah yang diterima tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kami dipaksa bekerja tanpa libur, bahkan makan kami dihitung sebagai bagian dari upah. Ini tidak adil,” ujar Ruh’yat, Kamis (19/12/2024).
Ruh’yat juga menyoroti perubahan kebijakan setelah panen. Biasanya, para pekerja mendapat libur satu minggu, tetapi kini mereka dipaksa bekerja tanpa henti. Jumlah pekerja pun dikurangi, dari sebelumnya dua orang yang menangani 17.000 ekor ayam, kini hanya satu orang yang diharapkan melakukannya.
“Kami diminta menandatangani kontrak baru dengan sistem borongan, yang jelas memberatkan. Kami sudah bekerja di sini selama dua tahun, tetapi diperlakukan seperti ini. Tidak ada rasa kemanusiaan,” tambahnya.
Ruh’yat juga mengungkapkan adanya dugaan kecurangan oleh manajer perusahaan, Maimun.
“Ada teman kami, Lendi, yang sudah berhenti bekerja tetapi namanya masih ada di daftar absensi gaji. Uangnya untuk siapa? Jelas dimakan oleh dia (Maimun-red),” beber Ruh’yat.
Sementara itu, awak media mencoba mengonfirmasi kabar ini kepada Fikri, salah satu staf PT GSU. Namun, Fikri enggan memberikan penjelasan lebih rinci, diduga karena tekanan dari pihak manajemen.
“Memang benar mereka bekerja 24 jam. Terkait upah, saya hanya diberikan data absensi gaji saja. Pak Maimun selaku manajer sedang ada urusan di luar. Ini saya tunjukkan slip gaji mereka,"ujar Fikri sambil menunjukkan dokumen terkait. tetapi tidak ada nominalnya, hanya tanda tangan karyawan saja.
Sayangnya, hingga berita ini ditayangkan, Maimun selaku manajer belum dapat dimintai keterangan. Diduga, ia menghindar dari pihak media.
Berdasarkan Pasal 88E Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari UMR. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenai sanksi pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 4 tahun, serta denda antara Rp100 juta hingga Rp400 juta.
(Tis/Min)
COMMENTS