Foto: kolam ikan program ketahanan pangan |
Serang – Program Ketahanan Pangan (Ketapang) yang digulirkan di Desa Kadu Genep, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang, kembali menuai sorotan. Program yang didanai dari Anggaran Dana Desa (DD) dan APBDes ini diduga tidak efektif dan hanya menghambur-hamburkan uang negara. Program pengadaan bibit ikan nila dan lele pada 2022 dan 2023 ini dinilai gagal total, bahkan meninggalkan banyak persoalan bagi para kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan).
Berdasarkan investigasi Penasultan.co.id, sejumlah kelompok budidaya ikan seperti Pokdakan Lauk Sabrang, Lauk Kaung, dan Lauk Kidul mengungkapkan keluhan serupa. Bibit ikan yang disediakan pemerintah desa tidak berumur panjang, sehingga kolam-kolam yang seharusnya produktif kini dibiayai secara mandiri oleh warga.
Program Gagal, Sekarang Modal Sendiri
Uyet, Ketua Pokdakan Lauk Sabrang, mengaku bahwa program ini hanya berjalan di awal, itu pun tanpa hasil yang memuaskan.
“Tahun 2022 kami menerima bibit ikan nila, tapi semuanya mati. Tahun 2023 kami mengajukan lagi dengan bibit ikan lele, hasilnya sama saja, pada mati. Sekarang saya harus modal sendiri,” keluhnya, Sabtu (11/1/2025).
Ia menjelaskan bahwa fasilitas seperti kolam bioflok, pakan, dan bor air memang sempat diberikan, tetapi tidak ada pendampingan teknis untuk memastikan keberhasilan budidaya.
“Bibit nila yang kami terima lima kantong, masing-masing sekitar 1.000–1.500 ekor. Tapi semuanya mati. Tahun berikutnya diganti lele, malah lebih parah,” tambahnya.
Kini, ia hanya bisa mengandalkan usaha pribadi. “Tahun 2024 saya modal sendiri, alhamdulillah sempat panen dua kali. Itu pun hasilnya tidak banyak, hanya cukup untuk berbagi ke anak-anak pondok,” katanya.
Minim Transparansi, Kades Dituding Cuek
Masalah transparansi juga menjadi sorotan. Mertua Dani, anggota Pokdakan Lauk Kaung, mengaku hanya menjadi “penjaga kolam”. Ia tidak tahu-menahu asal bantuan atau laporan hasilnya.
“kalau dulu ikan nila mati semua, diganti lele juga sama saja. Sekarang ini modal sendiri, desa cuma kasih kolam,” ungkapnya.
Ia bahkan menyinggung sikap kepala desa yang terkesan tak peduli. “Setiap tanya ke kades, jawabannya cuma ‘diam saja, tergantung saya’. Jadi malas tanya-tanya lagi,” keluh Dani.
Kelompok Pokdakan Lauk Kidul pun mengungkapkan cerita serupa. Salah satu anggota, Aip, menyebut bahwa program ini hanya berjalan di 2022.
“Kalau 2023, kami tidak menerima bantuan lagi. Sekarang beli bibit sendiri. Tempatnya dulu di RT 05, rumah adik kades, sekarang pindah ke RT 02,” ujarnya.
Kades Pilih Bungkam
Saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Kepala Desa Kadu Genep, H. Aopidi, hanya memberikan jawaban singkat dan mengarahkan media untuk datang ke balai desa. Namun, saat awak media mencoba mengajukan pertanyaan lanjutan, ia memilih bungkam.
Penasultan.co.id berencana melanjutkan investigasi ini dengan mendatangi Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) serta Inspektorat Kabupaten Serang. Program yang seharusnya memberdayakan masyarakat desa kini justru menjadi beban. Apakah ini murni kelalaian atau ada indikasi penyimpangan? Kita tunggu hasil investigasi lebih lanjut.
_(Imat)_
COMMENTS