Program Ketapang ini menghabiskan anggaran cukup besar, yakni Rp127 juta pada tahun 2022 (termasuk biaya bimbingan teknis sebesar Rp16 juta) dan Rp57
Inspektur Pembantu (Irban) 3 anggota tim penindakan Inspektorat Kabupaten Serang (foto: tim penasultan.co.id) |
Serang – Program Ketahanan Pangan (Ketapang) di Desa Kadu Genep, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang, Banten, yang dianggarkan dari Dana Desa (DD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2022 dan 2023, kini menjadi sorotan publik. Program ini diduga gagal total, seperti diberitakan media penasultan.co.id sebelumnya dengan judul "Program Ketapang di Desa Kadu Genep Diduga Gagal Total, Uang Negara Terbuang, Warga Merugi."
Dalam publikasi tersebut, program yang seharusnya memberdayakan Kelompok Budidaya Ikan (Pokdakan) justru menuai berbagai masalah. Program ini dianggap tidak tepat sasaran, bahkan dinilai berpotensi merugikan negara. Hal ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk tim penindakan inspektorat.
Inspektorat: Banyak Temuan, Audit Khusus Dibutuhkan
Eko, salah satu anggota tim penindakan, menegaskan pentingnya pertanggungjawaban atas penggunaan anggaran negara, sekecil apapun jumlahnya. Ia mengungkapkan bahwa pelaksanaan program Ketapang di Desa Kadu Genep penuh kejanggalan.
"Program ini banyak temuan karena tidak ada juknis (petunjuk teknis). Barang yang seharusnya diberikan kepada petani malah dibagikan ke warga yang tidak memiliki keahlian, sehingga hasilnya gagal," ujarnya pada Selasa (21/01/2025).
Eko juga mempertanyakan transparansi pengelolaan anggaran program tersebut. Ia menegaskan bahwa kelompok tani seharusnya dibentuk terlebih dahulu sebelum program berjalan, agar tepat sasaran dan didukung oleh pihak-pihak yang berkompeten.
"Jangan sampai bibit dan fasilitas hanya sekadar pengakuan di atas kertas. Jika ada dugaan markup anggaran, ini harus diselidiki lebih dalam," tambahnya.
Monitoring dan Evaluasi Belum Maksimal
Yani, Inspektur Pembantu (Irban) 3 Inspektorat Kabupaten Serang, mengakui bahwa monitoring dan evaluasi (monev) program ini belum dilakukan secara khusus. Menurutnya, tidak semua desa mendapat jadwal monev setiap tahun.
"Terima kasih atas informasi ini. Kami akan menjadikannya bahan acuan untuk rencana audit khusus. Dalam waktu dekat, kami harap bisa segera melaksanakan pemeriksaan lebih mendalam," kata Yani.
Ia juga menyoroti ketidaksesuaian kelompok tani dengan bidang keilmuan mereka. Menurutnya, koordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) diperlukan untuk mengevaluasi mekanisme penunjukan kelompok penerima program.
DPMD Dinilai Kurang Transparan
Sayangnya, ketika awak media mencoba mengonfirmasi kepada Hendar, Kepala Bidang Ketahanan Pangan DPMD, yang bersangkutan tidak berada di kantor. Hal ini menambah kesan kurangnya transparansi dalam pengelolaan program ini.
Anggaran Besar, Hasil Nihil
Program Ketapang ini menghabiskan anggaran cukup besar, yakni Rp127 juta pada tahun 2022 (termasuk biaya bimbingan teknis sebesar Rp16 juta) dan Rp57 juta pada tahun 2023. Namun, hasilnya jauh dari harapan. Salah satu kelompok Pokdakan, Lauk Kidul, bahkan dilaporkan tidak menerima pakan ikan, sehingga kegiatan budidaya terhenti.
Tindak Lanjut
Inspektorat Kabupaten Serang memastikan akan menindaklanjuti kasus ini melalui audit khusus. Jika ditemukan pelanggaran, seperti markup anggaran atau penyelewengan dana, pihak terkait akan segera diproses secara hukum.
Kasus ini menjadi cermin kegagalan pengelolaan program yang seharusnya mendukung kesejahteraan masyarakat desa. Ketidakseriusan dalam implementasi program hanya akan berujung pada pemborosan uang negara dan kerugian bagi masyarakat. Masyarakat pun kini menunggu langkah konkret pemerintah daerah untuk menyelesaikan persoalan ini dengan transparan dan akuntabel.
(Imat/tis)
COMMENTS