Dokumen: proses balik nama SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan) |
Serang – Seorang warga Kelurahan Cigoong, Kecamatan Walantaka, Kota Serang, Banten, bernama Edi, melontarkan keluhan terkait proses balik nama SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan) yang memakan waktu hingga hampir satu tahun. Ironisnya, Edi mengaku telah mengeluarkan biaya hingga Rp 2 juta untuk proses ini.
Edi menjelaskan, dirinya berencana mengalihkan nama SPPT PBB dari atas nama orang tuanya ke namanya. Ia pun mendatangi Kepala Kelurahan Cigoong, Jakar, untuk meminta bantuan mempercepat proses tersebut. Namun, hingga kini, dokumen yang diharapkan belum juga ia terima.
"Niat saya ingin cepat selesai, makanya saya urus ke kelurahan. Tapi, sudah hampir setahun ini belum ada kabar. Padahal, saya sudah keluarkan uang Rp 2 juta," ungkap Edi saat diwawancarai.
Ketika dikonfirmasi, Kepala Kelurahan Cigoong, Jakar, memberikan penjelasan yang mengejutkan. Ia menyebut dokumen milik Edi sebenarnya sudah selesai, namun belum sempat diambil. Ia juga mengakui menerima uang sebesar Rp 1,8 juta dari total yang disebutkan Edi.
"Kalau dokumennya Edi sudah jadi, tapi saya belum sempat ambil. Soal uang Rp 2 juta itu, saya hanya terima Rp 1,8 juta, karena ada yang ikut membantu prosesnya, namanya Riyan," ujar Jakar saat ditemui di sebuah lokasi semak belukar bekas sekolah SMP pada Jumat (17/1).
Menariknya, untuk diketahui berdasarkan aturan pemerintah, proses balik nama SPPT PBB seharusnya gratis tanpa pungutan biaya apa pun. Persyaratan utamanya hanyalah memastikan tidak ada tunggakan PBB yang belum dilunasi.
Kasus ini menimbulkan tanda tanya besar terkait alokasi dana yang diminta oleh pihak kelurahan. Apakah uang yang diterima benar digunakan untuk kepentingan administrasi atau hanya menjadi celah bagi oknum tertentu?
Masyarakat berharap adanya perhatian dari pihak berwenang untuk menindaklanjuti kasus ini, mengingat biaya yang dikenakan tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah. Fenomena seperti ini tidak hanya merugikan warga, tetapi juga mencoreng kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan publik.
(Redaksi)
COMMENTS