Foto: penolakan warga pada Pembangunan SUTET di RT 006 RW 09 Kelurahan Kebon Bawang, Jakarta Utar Jakarta – Rencana pembangunan Saluran U...
Jakarta – Rencana pembangunan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di Jalan Swatirta RT 006 RW 09, Kelurahan Kebon Bawang, Jakarta Utara, memicu gelombang penolakan keras dari warga setempat. Mereka menilai proyek ini sarat masalah, mulai dari kurangnya sosialisasi hingga potensi dampak negatif yang merugikan kesehatan, keamanan, dan ekonomi.
Ketua RT 05 RW 09, Sapto Nurcahyo, dengan tegas menyampaikan penolakan warga terhadap pembangunan tiga tower SUTET di wilayah tersebut. "Kami warga menolak tegas pembangunan SUTET ini. Rencana awalnya proyek ini berada di Kelurahan Sungai Bambu, tetapi tiba-tiba lokasinya dipindahkan ke wilayah kami tanpa adanya konsultasi publik maupun analisis dampak lingkungan (AMDAL)," ujar Sapto saat ditemui di lokasi pembangunan, Rabu (10/1).
Sapto juga menyoroti risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh keberadaan SUTET, terutama bagi anak-anak, lansia, ibu hamil, dan balita. "Saluran tegangan tinggi ini jelas sangat berbahaya. Keamanan dan kesehatan warga menjadi taruhan. Bahkan, secara ekonomi, dampaknya juga sangat merugikan," tegasnya sambil memimpin aksi penolakan bersama warga yang membentangkan spanduk protes.
Di tempat yang sama, Dimas, salah satu warga terdampak, mengungkapkan kekecewaannya. Ia meminta pemerintah untuk meninjau ulang proyek tersebut.
"Kami tidak pernah dilibatkan dalam keputusan ini. Dampaknya jelas merugikan, baik dari segi kesehatan maupun ekonomi. Kami mohon pemerintah untuk mendengar aspirasi kami," katanya.
Senada dengan Dimas, Mas Seno, warga RT 06 RW 09, menjelaskan skala dampak yang lebih luas. "Di wilayah RT kami saja ada 20 rumah terdampak, sementara di RT 05 dan RT 03, jumlah rumah yang dilintasi kabel mencapai 100 lebih. Ini jelas tidak adil," ujarnya.
Proyek yang dimulai sejak 9 Desember 2024 itu juga menuai kritik tajam karena dianggap tidak transparan. Menurut warga, pihak pengembang hanya memberikan kompensasi sebesar Rp 500 ribu per rumah yang terdampak debu pembongkaran. Namun, proses pembongkaran yang dijanjikan selesai dalam seminggu kini sudah molor hingga hampir satu bulan.
"Kompensasi yang diberikan jelas tidak sebanding dengan kerugian yang kami alami. Pembangunan ini terkesan dipaksakan tanpa memikirkan dampak jangka panjang bagi warga," kata seorang warga yang enggan disebut namanya.
Sapto dan warga yang terdampak berharap pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara segera turun tangan menyelesaikan permasalahan ini. Mereka menegaskan, pembangunan SUTET di wilayah Kebon Bawang harus dihentikan demi melindungi hak dan kesejahteraan warga.
"Kami tidak menolak pembangunan, tetapi tolong hargai hak kami sebagai warga. Libatkan kami dalam proses ini, bukan sekadar memindahkan lokasi proyek secara sepihak," pungkas Sapto.
(Ar/*)
COMMENTS