Serang, penasultan.co.id – Polemik pembangunan Puskesmas Pembantu (Pustu) Kiara yang berlokasi di Kampung Prisen RT 01 RW 03, Kelurahan Kiara, Kota Serang, kian meruncing. Setelah mencuatnya dugaan penggunaan material murah dan pekerjaan yang tidak sesuai RAB, kini muncul dugaan lain: lemahnya pengawasan dari pihak Dinas Kesehatan yang berakibat fatal terhadap kualitas pengerjaan proyek senilai Rp729 juta tersebut.
Proyek yang dikerjakan oleh CV. Sinar Harapan dan dibiayai dari APBD Kota Serang Tahun 2025 itu dinilai asal jadi, bahkan dinyatakan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang semestinya diatur dalam petunjuk teknis pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis operasional (juknis).
Tim Monitoring Diduga Blokir Wartawan
Setelah pemberitaan sebelumnya terbit dengan judul “Pembangunan Pustu Kiara Disorot, Anggaran 729 Juta Diduga Tak Sesuai RAB”, tim media penasultan.co.id berusaha mengonfirmasi lebih lanjut ke pihak terkait, termasuk kepada tim monitoring kurva S yang bertugas mengawasi progres proyek.
Namun sangat disayangkan, saat wartawan menghubungi tim pengawasan tersebut untuk meminta klarifikasi, justru nomor wartawan diblokir secara sepihak. Tindakan itu memunculkan tanda tanya besar: ada apa dengan Dinas Kesehatan Kota Serang?
Keterangan Tak Sinkron: Dinas Lempar Tanggung Jawab
Saat dikonfirmasi pada Selasa (1/07/2025), Kepala Bagian Kepegawaian Junaedi mengaku tidak mengetahui banyak terkait proyek tersebut.
“Sekdis-nya lagi rapat dengan dewan, lagi sibuk. Untuk urusan pekerjaan Pustu, ke Ibu Oon saja, dia pengawasnya,” ujar Junaedi sambil memberikan kontak yang dimaksud.
Namun, saat wartawan menghubungi Oon yang disebut sebagai pengawas progres kurva S-pernyataannya justru mengambang dan cenderung defensif.
“Pak, asal saja bilang minim pengawasan. Kami ini selalu mengawasi seminggu sekali sesuai jadwal dan tugas kami. Kami melaksanakan tugas berdasarkan PTK. Untuk Pustu saja ada delapan lokus dan satu puskesmas yang kami awasi,” jelas Oon melalui sambungan telepon.
Oon menegaskan bahwa pihaknya hanya bertugas melakukan monitoring Unit Kesehatan (UKS), bukan teknis lapangan.
“Soal teknis dan juknis pembangunan itu tugasnya PU, kami hanya administrasi. Setiap kami ke lapangan, kami sudah wanti-wanti pelaksana agar kerja sesuai SOP. Tapi kalau Bapak mau tahu detail proyek, silakan ke Dinas PU. Saya tidak bisa kasih nomor tim teknisnya,” katanya, menyebut nama Bu Aska dan Pak Aji sebagai penanggung jawab teknis dari Dinas PU.
Kinerja Pengawasan Dipertanyakan
Sayangnya, meskipun Oon menyatakan pengawasan rutin dilakukan, hasil investigasi di lapangan memperlihatkan sebaliknya. Galian pondasi yang dangkal, kualitas material yang diragukan, hingga ketidakhadiran pelaksana proyek di lokasi secara rutin menunjukkan lemahnya fungsi kontrol yang seharusnya melekat pada instansi pengawas.
Alih-alih menjawab pertanyaan secara terbuka dan profesional, tindakan pemblokiran nomor wartawan justru menimbulkan kesan seolah-olah ada yang ditutupi dalam proyek tersebut.
Sementara Mandor lapangan bernama Enjat, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp oleh tim penasultan.co.id, menyatakan bahwa penggunaan besi pada proyek tersebut sudah sesuai spesifikasi.
“Besi sudah sesuai pak, dan sudah dicek juga sama konsultan pengawas,” ujar Enjat dalam pesannya, Rabu (2/07/2025).
Namun, ketika ditanya lebih lanjut mengenai ukuran pondasi—yang dalam investigasi ditemukan lebih kecil dari ketentuan standar—Enjat justru tampak ragu.
“Kalau ukuran pondasi saya harus lihat gambar dulu pak, biar jelas,” jawabnya singkat.
Pernyataan itu menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin seorang mandor proyek yang bertugas mengawasi pekerjaan harian di lapangan tidak mengetahui ukuran pasti pondasi yang sedang dibangun?
Fakta ini semakin memperkuat dugaan bahwa pekerjaan proyek tidak dijalankan sesuai prosedur dan spesifikasi teknis sebagaimana mestinya.
Dugaan Koordinasi Lemah di Lapangan
Sikap saling lempar tanggung jawab antara pengawas dari Dinas Kesehatan, pihak pelaksana, dan konsultan lapangan menjadi sorotan serius. Belum lagi adanya tindakan pemblokiran nomor wartawan oleh tim monitoring, semakin menunjukkan indikasi ketertutupan dan buruknya koordinasi antar-stakeholder dalam proyek senilai Rp729 juta tersebut.
Jika benar pengawasan dilakukan secara berkala, mengapa kualitas pekerjaan di lapangan justru menyimpang? Apakah laporan pengawasan hanya formalitas tanpa pengecekan nyata?
Publik Butuh Transparansi
Proyek pelayanan kesehatan yang menyangkut hajat hidup masyarakat seharusnya dikerjakan secara transparan, akuntabel, dan sesuai standar teknis. Bukannya malah ditutup-tutupi dengan jawaban yang tidak konsisten dan cenderung menghindar.
Sampai berita ini diturunkan, pihak-pihak terkait dari Dinas Kesehatan dan Dinas PU Kota Serang belum memberikan klarifikasi resmi. Tim penasultan.co.id akan terus melakukan penelusuran guna membongkar kejelasan proyek ini demi akuntabilitas anggaran publik.
[Tis/Sah]