Serang Penasultan.co.id — Polemik mencuat di Desa Kadu Agung, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Serang, usai Kepala Desa diduga melakukan intervensi dalam pemilihan Ketua Karang Taruna dengan cara menunjuk langsung tanpa melalui mekanisme musyawarah atau aklamasi. Langkah ini dinilai melanggar prinsip demokratis dalam pembentukan kepengurusan organisasi kepemudaan tersebut.
Menurut keterangan dari Sahroni, Sekretaris Jenderal Muda Karya Karang Taruna Desa Kadu Agung, dirinya tidak pernah diberi informasi terkait proses pergantian kepengurusan.
“Saya tidak tahu sama sekali. Tidak ada pemberitahuan atau undangan musyawarah. Tiba-tiba saja sudah ganti,” ujarnya kepada penasultan.co.id, Rabu (31/7).
Saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Sahroni dirinya Kepala Desa Sueb, menyampaikan bahwa membenarkan penunjukan langsung tersebut.
“Itu bagaimana saya, karena saya kepala desanya,” kata Sueb seperti ditirukan Sahroni.
Wahyu, Ketua Karang Taruna sebelumnya, juga membenarkan bahwa tidak ada pemilihan atau aklamasi.
“Pemilihan tidak dilakukan secara terbuka. Beberapa warga RT 02 dan RT 04 bahkan sempat mempertanyakan alasan dan proses pergantian ini,” katanya.
Diduga Langgar Permensos No. 25 Tahun 2019
Mengacu pada Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 25 Tahun 2019 tentang Karang Taruna, pemilihan pengurus Karang Taruna seharusnya dilakukan melalui musyawarah warga Karang Taruna, bukan berdasarkan keputusan sepihak kepala desa. Kepala desa hanya berwenang untuk mengukuhkan, bukan memilih langsung.
Langkah penunjukan ini dinilai tidak hanya mencederai demokrasi internal organisasi, tetapi juga berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan mengabaikan suara generasi muda desa yang seharusnya aktif dalam menentukan arah organisasinya.
Pemerintah Desa Terlihat Bingung
Upaya konfirmasi yang dilakukan media ke Kantor Desa Kadu Agung menemui jalan buntu. Kepala Desa Sueb tidak berada di tempat, dan saat ditanya melalui staf, tak satu pun bisa memberikan keterangan detail.
Tohir, Sekretaris Desa, mengaku tidak mengetahui proses pemilihan karena saat itu sedang tidak berada di desa.
“Saya tidak tahu pasti, saat itu saya tidak ada di desa,” ujarnya singkat.
Pepen, Kaur Pembangunan, juga tidak bisa menjelaskan detailnya. Bahkan ketika diminta bukti daftar hadir musyawarah atau aklamasi pemilihan Karangtaruna, pihak desa tidak dapat menunjukkannya.
Desakan Transparansi dan Evaluasi
Ketidakterbukaan dalam proses ini memunculkan kecurigaan publik terhadap adanya praktik sewenang-wenang oleh pejabat desa. Pengamat pemerintahan desa dan aktivis pemuda menilai, kejadian ini harus menjadi perhatian serius agar tidak menjadi preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan desa yang baik.
Karang Taruna sebagai wadah pembinaan dan pengembangan generasi muda, seharusnya dijaga independensinya dari campur tangan politik praktis atau kekuasaan desa.
Kesimpulan
Intervensi kepala desa dalam pemilihan Karang Taruna di Desa Kadu Agung patut dikritisi secara tajam. Tidak hanya karena menyalahi regulasi, tetapi juga melemahkan semangat demokrasi lokal. Masyarakat dan pemuda berhak menuntut proses pemilihan ulang yang transparan, akuntabel, dan partisipatif, sesuai dengan semangat Permensos No. 25 Tahun 2019.
Jika dibiarkan, praktik ini bisa menjadi ancaman bagi demokratisasi desa secara luas.
[Bad/Amin]