Serang, penasultan.co.id – Polemik proyek pembangunan paving block di Kampung Karang Jetak, Desa Ci Sait, Kabupaten Serang, kembali memanas. Proyek dengan nilai ratusan juta rupiah itu kini disorot tajam lantaran diduga tidak sesuai RAB SE DjBK No. 68 Tahun 2024, serta munculnya pernyataan tidak sinkron dari pejabat Dinas Perkim Kabupaten Serang.
Pernyataan PPTK Berbeda dengan Kabid PSU
Menurut keterangan Asep dan Ojan, selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), aturan dalam SE DjBK 2024 mengalami perubahan analisa.
“Kalau jalan satu meter atau di bawah itu hanya gunakan casteen, paving block, dan pasir atau abu batu. Untuk item topi uskup di situ tidak ada. Kalau jalan lebar di atas dua meter boleh pakai topi uskup untuk penguncian paving. Ini masih murni, belum perubahan. Mungkin kalau di perubahan bisa pakai SE DjBK No.16/2024,” jelas Asep, Selasa (23/09/2025).
Namun, di sisi lain, Aang, Kabid PSU, memberikan pernyataan berbeda. Sebelumnya ia mengirim RAB SE DjBK 2024 dengan nomor 16/2024. Tetapi saat dikonfirmasi lebih detail, keterangannya justru berubah-ubah.
“Sesuai penjelasan saya tadi, pekerjaan itu tidak ada borongan, tapi permeter. Walaupun dikerjakan Sangkuriang sehari selesai sah-sah saja. Untuk pola perencana, dibuat dengan acuan justifikasi teknis 2024 dan sudah dikonsultasikan ke Kementerian Dirjen Cipta Karya. Memang pola tulangan ikan lebih kuat, tapi kami pakai spek lebih tinggi. SE DjBK 2024 justru menganjurkan pola tulangan ikan,” katanya.
LSM PBR: Perkim Spekulatif, Tidak Sesuai Regulasi
Menanggapi pernyataan yang tumpang tindih tersebut, Yaya Hudaya dari LSM Pemuda Banten Reformasi (PBR) angkat bicara.
“Perkataan PPTK itu terkesan spekulatif, tanpa dasar yang kuat. Standar satu harga (SSH) sebenarnya harus mengacu pada Perbub. Kalau SSH tahun 2024 dipakai, berarti batal semua pembelanjaan OPD di Kabupaten Serang karena tidak berbasis Perbub,” tegasnya.
Yaya juga menyoroti soal topi uskup yang tidak digunakan dalam proyek Ci Sait.
“Kalau topi uskup dipasang, otomatis pola yang dipakai harus tulangan ikan. Karena topi uskup tidak ada di lapangan, akhirnya dipasang pola anyaman tikar. Itu tidak pas secara koefisien. Kalau masih pakai anyaman tikar, berarti kembali ke AHSP 2023 dengan koefisien tenaga kerja lebih tinggi. Inilah yang berpotensi mark-up. Faktanya, pekerja hanya dibayar Rp17.000–Rp20.000 per meter, jauh dari nilai seharusnya,” ungkapnya.
Media Minta Proyek Dibongkar Jika Tak Sesuai SE DjBK 2024
Sorotan juga datang dari Robi, pimpinan media penasultan.co.id, yang menegaskan pentingnya konsistensi regulasi. Ia menyebut, jika proyek sudah masuk tahap PHO (Provisional Hand Over) namun tidak sesuai regulasi, maka harus dibongkar.
“Kalau sesuai SE DjBK 2024, abu batu itu minimal 9 cm. Fakta di lapangan hanya 2–3 cm. Itu jelas tidak sesuai SOP. Saya tantang Kabid untuk cross-check langsung ke lokasi proyek yang sudah di-PHO. Kalau tidak sesuai spek, saya minta dibongkar dan pelaksana dipanggil. Kalau berani, blacklist saja CV-nya,” tegasnya dengan nada lantang.
Publik Desak Audit Menyeluruh
Kontradiksi pernyataan pejabat Perkim, dugaan penyimpangan RAB, hingga indikasi mark-up anggaran membuat publik semakin geram. Banyak pihak menilai Dinas Perkim Kabupaten Serang gagal menjaga integritas teknis proyek dan membuka celah kecurangan.
Inspektorat dan aparat penegak hukum diminta segera turun tangan melakukan audit menyeluruh, sekaligus mengevaluasi kelayakan kontraktor pelaksana. Jika terbukti ada pelanggaran serius, publik menuntut agar proyek dibongkar ulang dan kontraktor bermasalah masuk daftar hitam.
Kasus paving block di Ci Sait menjadi contoh nyata lemahnya pengawasan proyek daerah. Alih-alih memperkuat infrastruktur, proyek ini justru menyisakan polemik, kecurigaan, dan dugaan praktik menyimpang dalam penggunaan uang rakyat.
(TISNA)