Serang, penasultan.co.id – Proyek pembangunan paving block di Kampung Karang Jetak, Desa Cisait, Kabupaten Serang, kembali menjadi sorotan tajam. Pasalnya, pekerjaan dengan anggaran ratusan juta rupiah itu diduga gagal konstruksi karena tidak sesuai spesifikasi teknis sebagaimana diatur dalam regulasi.
Polemik kian mencuat setelah pernyataan para pejabat teknis di Dinas Perkim Kabupaten Serang dianggap tidak sinkron dan berubah-ubah, mulai dari kepala bidang hingga pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK).

PPTK Berkilah Soal Topi Uskup dan Pola Pemasangan
“Untuk jalan di bawah satu meter, hanya gunakan casteen, paving block, pasir, atau abu batu. Item topi uskup tidak ada di situ. Mungkin kalau jalan di atas dua meter boleh pakai topi uskup. Ini masih murni, belum ada perubahan. Kalau ada perubahan, bisa mengacu SE DjBK No.16/2024,” ujar Asep, Selasa (23/09/2025).
Menurut Asep dan Ojan selaku PPTK, proyek paving block di Karang Jetak dikerjakan berdasarkan analisa SE DjBK 2024.
Namun, pernyataan itu berbanding terbalik dengan kondisi di lapangan yang justru tidak menggunakan penguncian topi uskup dan masih memakai pola lama anyaman tikar, bukan tulangan ikan (herringbone) yang lebih kuat.
Kabid PSU: Pernyataan Berubah-Ubah
Di tempat terpisah, Aang, Kabid PSU Perkim, juga mengeluarkan pernyataan berbeda.
“Pekerjaan itu tidak ada borongan, tapi permeter. Pola perencanaannya dibuat dengan acuan justifikasi teknis SE DjBK 2024, sudah konsultasi ke Dirjen Cipta Karya. Memang pola tulangan ikan lebih kuat, tapi kami pakai spek lebih tinggi,” katanya.
Namun, pengakuan itu justru menambah kebingungan publik, karena pada percakapan sebelumnya Kabid sempat mengirim rujukan regulasi berbeda melalui WhatsApp.
LSM PBR: Perkim Diduga Spekulatif, Ada Potensi Mark-Up
Kritik pedas datang dari Yaya Hudaya, aktivis LSM Pemuda Banten Reformasi (PBR). Menurutnya, pernyataan PPTK dan Kabid terkesan spekulatif dan tidak sesuai regulasi.
“Standar Satu Harga (SSH) itu harus mengacu pada Perbub. Kalau pakai SSH 2024, maka pembelanjaan di seluruh OPD Kabupaten Serang batal karena tidak berbasis Perbub. Soal topi uskup, kalau dipasang konsekuensinya pola juga harus tulangan ikan. Tapi karena topi uskup tidak ada di lapangan, akhirnya pakai anyaman tikar. Ini jelas bermasalah,” tegasnya.
Yaya juga menyoroti penggunaan analisis harga satuan pekerjaan (AHSP) 2023 yang tidak relevan dengan kondisi lapangan.
“Koefisiennya tidak pas. Anyaman tikar lebih mahal dari sisi pekerja, tapi kenyataannya upah pekerja di lapangan hanya Rp17 ribu – Rp20 ribu per hari. Ini indikasi mark-up biaya tenaga kerja,” tandasnya.
Media: Jika Tidak Sesuai Regulasi, Bongkar!
Sementara itu, Robi, pimpinan media penasultan.co.id, menegaskan proyek paving block Karang Jetak sudah masuk tahap PHO (Provisional Hand Over) atau serah terima pertama. Namun jika tidak sesuai standar, proyek harus dibongkar.
“Di regulasi SE DjBK 2024 jelas abu batu harus 9 cm, tapi di lapangan hanya 2–3 cm. Itu jelas tidak sesuai SOP. Kalau berani, ayo crosscheck bareng-bareng ke lokasi. Kalau terbukti tidak sesuai spek, saya minta dibongkar dan kontraktornya diblacklist. Berani nggak?” ujarnya lantang.
Publik Tunggu Tindakan Tegas
Proyek paving block di Karang Jetak Cisait kini menjadi cermin lemahnya pengawasan Dinas Perkim Kabupaten Serang. Inkonsistensi pernyataan pejabat teknis, pelaksanaan tanpa standar jelas, hingga dugaan mark-up biaya tenaga kerja menjadi alarm keras bagi aparat pengawas dan penegak hukum.
Publik menunggu keberanian Inspektorat dan APH untuk turun langsung ke lokasi, memeriksa spesifikasi teknis, dan jika terbukti bermasalah, memerintahkan pembongkaran serta menindak tegas pihak pelaksana.
(TISNA)