Serang – Program ketahanan pangan di Kampung Tengkurak, RT 07/03, Desa Tengkurak, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten, kini menjadi sorotan. Camat Tirtayasa bersama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) akan memberikan teguran kepada kepala desa yang diduga tidak menjalankan regulasi dengan baik, terutama terkait penggunaan gas elpiji 3 kg dalam program tersebut.
Camat Tirtayasa, Yayat, mengungkapkan bahwa dalam monitoring dan evaluasi (monev) sebelumnya, penggunaan gas elpiji 3 kg bersubsidi tidak muncul dalam laporan. Namun, jika saat ini ditemukan adanya penggunaan gas tersebut, pihaknya akan segera mengambil tindakan.
“Di monev bulan April lalu tidak ada laporan soal penggunaan gas elpiji 3 kg. Jika sekarang ditemukan, kami akan turun kembali untuk evaluasi ulang,” ujar Yayat, Kamis (6/2/2025).
Yayat juga menegaskan bahwa dirinya awalnya tidak mengetahui adanya penggunaan gas elpiji dalam program peternakan bebek Peking.
“Saya kira penghangat untuk peternakan hanya menggunakan listrik. Jika ternyata ada penggunaan gas elpiji bersubsidi, kami akan berikan teguran baik secara lisan maupun tertulis,” tambahnya.
Lebih lanjut, Yayat menekankan bahwa tujuan program ketahanan pangan (Ketapang) yang didanai dari Dana Desa (DD) adalah untuk kesejahteraan masyarakat, bukan hanya untuk kepentingan kepala desa.
“Keuntungan dari program ini seharusnya dikembalikan kepada masyarakat, bukan hanya dinikmati oleh kepala desa,” tegasnya.
Terkait adanya dugaan penyimpangan, Yayat menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi lebih lanjut. Namun, ia menegaskan bahwa pemberian sanksi terhadap kepala desa bukanlah kewenangannya, melainkan menjadi ranah inspektorat.
![]() |
Foto: Hendar, Kasi Ketapang DPMD Kabupaten Serang |
Sementara itu, Hendar, Kasi Ketapang DPMD Kabupaten Serang, mengatakan bahwa pihaknya selalu berkoordinasi dengan kecamatan dan desa terkait perkembangan program ini. Ia juga menunjukkan bukti komunikasi dengan pihak Desa Tengkurak yang sedang menyusun laporan pertanggungjawaban.
“Kami sudah berkomunikasi dengan pihak desa. Mereka mengaku harga bebek yang awalnya diperkirakan Rp25.000–Rp30.000 per ekor ternyata turun menjadi Rp19.000 per kg karena kondisi pasar setelah tahun baru,” ungkap Hendar.
Menurutnya, permasalahan ini harus diklarifikasi oleh desa dengan menyusun laporan yang transparan dan dipublikasikan kepada masyarakat.
“Desa wajib mempublikasikan kegiatan pemerintahannya, termasuk pertanggungjawaban program seperti ini,” ujarnya.
Hendar juga menekankan bahwa transparansi dalam penggunaan dana desa sangat penting untuk menghindari spekulasi negatif di masyarakat.
“Publikasikan ke masyarakat luas, Desa itu wajib mempublikasikan dan menyampaikan begitu kata saya,
Kalau kata desa tidak ada koring dalam publikasi atau interten, bisa di konfirmasi ke saya. Misalnya anggaran itu tidak efektif akan tetapi tetap habis terus kenapa itu untuk publikasi Desa tidak bisa menganggarkan..? seharusnya publikasi juga bisa dianggarkan,” pungkasnya.
Kasus ini masih dalam proses evaluasi, dan pihak kecamatan berencana untuk turun kembali guna memastikan program berjalan sesuai aturan.
(Tis/Mat)
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.