Pandeglang, penasultan.co.id – Aroma ketidakadilan dalam penggunaan Dana Desa (DD) tercium di Desa Kramat Manik, Kecamatan Angsana, Kabupaten Pandeglang. Kepala Desa Kramat Manik, Nung Nurjaya, diduga memprioritaskan pembangunan infrastruktur di Kampung Talangtang—kampung tempat tinggalnya sendiri—sementara wilayah lain seperti Kampung Bungur Jaya justru terabaikan.
Berdasarkan pantauan penasultan.co.id di lapangan, kondisi Jembatan Bungur Jaya saat ini sangat memprihatinkan. Akses utama penghubung warga masih berupa jembatan seadanya yang rawan membahayakan pengguna, terutama saat musim hujan dan debit air meningkat. Padahal, desa tersebut sudah beberapa kali berganti kepala desa, namun fasilitas vital ini tak kunjung tersentuh pembangunan.
Ironisnya, kondisi berbeda terlihat di Kampung Talangtang. Jalan di depan rumah kepala desa sudah dicor beton dan mulus, bahkan terdapat beberapa jembatan baru yang dibangun menggunakan Dana Desa dalam kurun waktu kepemimpinannya.
Warga: “Beda Jauh Bungur Jaya Sama Kampungnya Kades”
Seorang warga Bungur Jaya yang enggan disebutkan namanya mengaku kecewa dengan sikap pemerintah desa.
“Jembatan Bungur Jaya dari dulu belum dibangun, padahal kepala desa sekarang sudah dua periode menjabat. Sementara di kampung tempat dia tinggal, sudah ada tiga jembatan dibangun. Apa nggak pilih kasih, Kang?” ujarnya, Kamis (7/8/2025).
Ia menambahkan, ketimpangan pembangunan sangat terasa antara dua wilayah itu.
“Lihat saja depan rumahnya Kades, jalannya mulus dicor. Di sini jalan bergelombang, banyak kubangan air. Dengar-dengar yang mengelola BUMDes dan Ketapang Kambing Garut juga anaknya sendiri,” sambungnya.
Kades: “Menunggu Anggaran Provinsi”
Saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Kepala Desa Kramat Manik, Nung Nurjaya, membantah tuduhan pilih kasih. Ia beralasan, pembangunan Jembatan Bungur Jaya masih menunggu kucuran dana dari Pemerintah Provinsi Banten.
“Mudah-mudahan jembatan itu bisa dibangun tahun 2026 atau 2027 lewat aspirasi dewan. Proposal sudah beberapa kali diajukan, tapi belum direalisasikan,” katanya.

Nurjaya mengaku, biaya pembangunan jembatan tersebut cukup besar jika harus menggunakan Dana Desa.
“Kalau pakai Dana Desa, habis semua anggaran. Hasil konsultasi dengan pihak konsultan, biayanya mencapai sekitar Rp700 juta,” ujarnya.
Terkait rencana pembangunan tahun 2025, Nurjaya menyebut fokus fisik difokuskan pada rekonstruksi jalan poros desa dengan rabat beton. Namun, realisasinya tertunda karena kondisi cuaca yang dinilai tidak mendukung.
“Danasanya digabung tahap satu dan dua sekalian biar terkumpul. Kalau dibangun sekarang, khawatir rusak karena hujan,” tambahnya.
Dalih Teknis: “Rawan Banjir”
Menariknya, saat ditanya mengapa di kampungnya sendiri bisa dibangun jembatan menggunakan Dana Desa, Nurjaya menyebut alasan teknis.
“Kalau di Bungur Jaya dibangun sekarang, rawan banjir. Nanti material bisa hanyut terbawa air,” dalihnya.
TPK: “Musim Hujan Jadi Kendala”
Sapri, Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) Desa Kramat Manik, membenarkan bahwa anggaran Dana Desa tahun 2025 belum direalisasikan.
“Perencanaannya memang rabat beton, tapi musim hujan ini rawan rusak. Jalur itu dilewati banyak kendaraan, kalau dibangun sekarang takutnya cepat hancur. Untuk lebih jelasnya, silakan ke pak lurah, saya hanya TPK,” ucapnya.
Tuntutan Warga: Pembangunan Harus Merata
Kasus ini memicu reaksi warga Bungur Jaya yang merasa dianaktirikan dalam pembangunan desa. Mereka menuntut agar pemerintah daerah dan aparat pengawas turun tangan memastikan alokasi Dana Desa benar-benar adil dan sesuai kebutuhan masyarakat, bukan hanya menguntungkan wilayah tertentu.
Praktik dugaan pilih kasih dalam pembangunan ini dikhawatirkan dapat menimbulkan kesenjangan sosial dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa. Transparansi dan pemerataan pembangunan pun menjadi tuntutan utama agar Desa Kramat Manik tidak terjebak dalam politik anggaran yang hanya menguntungkan sebagian pihak.
[Tisna]