Lebak, penasultan.co.id – Program Ketahanan Pangan (Ketapang) penggemukan kerbau di Desa Pabuaran, Kecamatan Rangkas Bitung, Kabupaten Lebak, kini menjadi sorotan publik. Program yang seharusnya menopang ketahanan pangan masyarakat justru diduga kuat diselewengkan oleh Kepala Desa (Kades) Pabuaran demi kepentingan pribadi dan keluarganya.
Berdasarkan hasil investigasi di lapangan, program Ketapang yang didanai dari Dana Desa (DD) tahun 2023 dengan total anggaran Rp183.460.000 diperuntukkan bagi pembangunan kandang komunal dan pembelian anakan kerbau. Namun, pengelolaan ternak tersebut justru dikendalikan langsung oleh suami kades, bukan kelompok masyarakat sebagaimana aturan yang berlaku.
Ironisnya, pada tahun 2024, alokasi anggaran untuk program ini meningkat signifikan hingga Rp294 juta. Namun, masyarakat menilai program tersebut tidak transparan karena hanya terlihat kandang dan kerbau yang tetap dikelola oleh pihak keluarga kades.
Kesaksian Warga: Kerbau Dikelola Suami Kades
Pahel, seorang buruh pengarit rumput yang sehari-hari diberdayakan untuk mencari pakan kerbau, membenarkan bahwa pengelolaan program Ketapang dipegang langsung oleh suami kades, Haji Andi.
“Saya sama pak lurah (Haji Andi) yang ngurusin kerbau. Tadinya ada 8 ekor, tapi pas lebaran kemarin 4 ekor disembelih untuk dijual ke masyarakat. Upah saya baru dibayar setelah kerbau dijual,” ungkap Pahel, Minggu (17/8/2025).
Pahel juga menambahkan bahwa hasil penjualan kerbau tahun lalu mencapai Rp15 juta. Menurutnya, sistem yang diterapkan hanyalah penggemukan untuk kemudian dijual, tanpa ada mekanisme kelompok tani atau transparansi kepada warga.
Kesaksian Pahel turut diperkuat oleh tetangganya, Kuhed, yang mengaku pernah menyaksikan kerbau-kerbau itu disembelih dan dijual saat Idulfitri. “Sekilo kalau tidak salah Rp160 ribu, banyak warga yang beli. Kerbau itu cepat besar, tapi memang dikelola langsung pak lurah,” tuturnya.
Klarifikasi Kades: Program Sudah Diserahkan
Sementara itu, Kepala Desa Pabuaran, Haji Suyeni, saat dikonfirmasi melalui telepon seluler membantah adanya penyimpangan. Ia menyebut program tersebut sudah diserahkan kepada masyarakat.
“Alhamdulillah, kerbau masih ada dan sehat. Sudah diserahkan ke masyarakat, silakan datang ke lokasi. Yang ngurusin namanya Pak Madari. Tapi kalau soal kelompoknya, saya tidak tahu,” jawabnya singkat sebelum menutup pembicaraan.
Dugaan KKN dan Jerat Hukum
Dari temuan di lapangan, kuat dugaan terjadi praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam pengelolaan program Ketapang Desa Pabuaran. Pasalnya, program tersebut dibiayai dari uang negara yang bersumber dari Dana Desa.
Jika terbukti, tindakan tersebut jelas melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, khususnya Pasal 2, 3, dan 4, yang mengatur ancaman pidana berat bagi pejabat yang menyalahgunakan kewenangan hingga merugikan keuangan negara.
Publik kini mendesak aparat penegak hukum, baik Inspektorat maupun Kejaksaan, untuk segera turun tangan melakukan audit dan penyelidikan mendalam atas dugaan penyalahgunaan anggaran program Ketapang di Desa Pabuaran.
(Tisna)