Serang – Oknum staf Desa Tenjoayu, Kecamatan Tanara, Kabupaten Serang, Banten, diduga melakukan pungutan liar (pungli) dalam pengurusan dokumen kependudukan, seperti Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Dugaan pungli ini dilakukan dengan modus biaya transportasi.
Seorang warga Kampung Pegadungan RT 02, Haji Fatimah, mengaku telah membayar Rp450.000 kepada Haji Rohim, staf Desa Tenjoayu, untuk pengurusan KK dan KTP. Namun, setelah hampir satu bulan, dokumen tersebut belum juga selesai.
“Saya sudah bolak-balik ke Dukcapil Tanara dua kali, tapi dokumen saya tidak pernah selesai. Akhirnya saya meminta bantuan Pak Rohim untuk mengurusnya,” ungkap Haji Fatimah.
Haji Fatimah menambahkan bahwa dirinya membayar sejumlah uang kepada Haji Rohim agar proses pembuatan dokumen dipercepat. “Katanya alat rekam di UPT Capil sedang rusak, jadi saya menunggu. Tapi sudah hampir sebulan tetap belum selesai,” keluhnya.
![]() |
Kantor UPT DISDUKCAPIL Kecamatan Tanara Kabupaten Serang |
Penjelasan dari Staf Desa
Saat dihubungi melalui WhatsApp, Haji Rohim mengakui bahwa KK milik Haji Fatimah sudah selesai, tetapi KTP masih menunggu proses perekaman di UPT Dukcapil.
“Soal biaya, dia memberikan uang dengan alasan supaya cepat selesai. Tapi saya sudah arahkan sejak awal agar langsung ke Dukcapil Tanara,” ujar Haji Rohim.
Ia juga menjelaskan bahwa uang Rp450.000 yang diterima digunakan untuk biaya transportasi. “Separuh uang itu saya berikan ke Pak Haetami untuk transportasi, dan separuhnya untuk saya bolak-balik,” imbuhnya.
Tanggapan Sekdes dan Dukcapil
Herman, Sekretaris Desa Tenjoayu, mengungkapkan bahwa pungutan seperti itu bukan hanya terjadi di desa mereka. “Saya juga bayar Rp50.000 untuk buat KTP. Di Kecamatan Tanara, semuanya bayar. Kalau mau gratis, coba konfirmasi ke Capil Tanara,” katanya.
Sementara itu, Haetami, pegawai UPT Dukcapil Tanara, membantah tuduhan menerima uang dari masyarakat. “Pembuatan dokumen kependudukan itu gratis. Kalau ada yang memberi uang, saya selalu menolak,” tegasnya.
Namun, saat didesak soal uang yang diterima dari Haji Rohim, Haetami mengakui menerima Rp150.000. “Bukan Rp250.000 seperti yang disebut, tapi paling hanya Rp150.000,” ujarnya.
Warga Merasa Terbebani
Kasus ini menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengaku merasa terpaksa memberikan uang agar dokumen mereka diurus. “Kami memberi uang bukan karena diminta, tapi karena khawatir kalau tidak memberi, dokumen kami tidak akan diproses,” cetusnya.
Kasus dugaan pungli ini memunculkan desakan dari warga agar pengurusan dokumen kependudukan kembali gratis tanpa ada pungutan. Pemerintah diharapkan turun tangan untuk menindaklanjuti masalah ini.
(Tis/Ali)