PENASULTAN.CO.ID, SERANG,–>> Warga Penerima manfaat program Ketahanan Pangan atau Ketapang hewani berupa pengadaan bebek petelur dan kandang, tahun 2022 yang dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau APBDes, biasa disebut Dana Desa.
Direalisasikan oleh Desa Sukanegara Kecamatan Pontang Kabupaten Serang, diduga adanya inkonsistensi perawatan dan pengelolaan, dibeberapa wilayah Kampung, dan didapatkan informasi tentang tidak adanya keseriusan serta tanggung jawab oleh penerima manfaat dalam melakukan pengurusan bebek petelur ini, agar mendapatkan hasil yang diharapkan.
Untuk penerima manfaat pertama kali yang mendapatkannya yakni pengurus Kelompok Masyarakat Desa Sukanegara, sekaligus sebagai kelompok gabungan pertanian Desa tersebut, yang dipimpin H. Topik, beserta dua anggota lainnya bernama Robi dan Puri, beralamat di Kampung Pademangan RT 005 RW 006.
Namun, selang beberapa hari kemudian bebek petelur ini dilimpahkan kepada warga Kampung Pangabean, dengan alasan tidak sanggup lagi mengurusnya, karena kesusahan dan kesulitan, terutama ketersediaan pakan.
Hal tersebut disampaikan oleh Samsul warga Kampung Pangabean, saat ditemui dirumahnya bahwa dirinya disuruh mengurusi bebek petelur ini.
“Saya dapat bebek itu pelimpahan yang dari ke tiga orang pak robi, puri, dan H.topik, kesini nya juga menggiring sama mereka karena nggak kuat pakan nya,” ucapnya, Senin (11/09/2023) petang.
Padahal, Samsul menjelaskan, bahwa dirinya sangat menolak mengurusi bebek petelur ini, karena tidak mengetahui tentang harga, kondisi waktu pembeliannya.
“Sebenarnya saya juga tidak mau menerima bebek tersebut karena sudah rijekan, tidak layak karena dulu saya memilihnya sewaktu beli dari bos saya, bebeknya juga pada sakit dan cacat kakinya, ada yang mati saya juga nggak ngurusin, semau maunya saja orang tua saya ngurusin, karena saya tau bebek itu banyak yang mati, untuk harga segitu 85 ribu saya nggak percaya, karena kondisi bebeknya sudah tidak layak,” ungkapnya.
Masih kata Samsul, harga segitu dipasaran, bebeknya itu masih muda atau perawan yang layak untuk bertelur.
“Kalau yang masih saya urus bebeknya sudah apkiran atau rijekan artinya bebek yang tidak produktif (tua) itu mah paling juga harga 60 ribu, temen saya juga ada yang mau ngejual harga 50 ribu,” sambungnya.
Lebih lanjut, Samsul mengatakan, jumlah awal bebek petelur ini sebanyak 148 ekor betina dan 2 ekor pejantan. Akan tetapi, sewaktu saya terima berjumlah 111 ekor betina, dan 1 ekor pejantan.
“Saya menerima jumlah bebek itu hanya 112 ekor, kemudian mereka tidak menjelaskan kekurangannya bebek yang dikasihkan ke saya,
Kemudian, Samsul menyatakan, saat bebek petelur ini dalam perawatan dan pengurusan saya selama 8 bulan lamanya, belum menghasilkan telur. Terus, keterkaitan mengenai pengurusan bebek yang mati saya tidak diberitahukan caranya, dalam bentuk pelaporannya.
“Mati 17 ekor tapi tidak ada potonya karena mereka yang ngasih bebek juga tidak mengarah kan untuk dipoto dan di dokumentasikan,” ujarnya.
Masih kata Samsul, dirinya merasa dirugikan mengurusi bebek ini, karena dalam rentang sehari saja, saya harus menyediakan pakan nasi aking sebanyak 30 kilogram, dengan harga perkilonya 4.500 rupiah, sampai saya harus merelakan menjual dua ekor kambing saya, untuk membeli pakan, kambing itu terjual 2,4 juta, itu semua uangnya habis buat beli pakan.
“Untuk pakan nya sehari 30 kilogram dikalikan sekilonya 4.500, saya memeliharanya sudah lebih 8 bulan sampai kambing saya di jual 2 ekor untuk pakan bebek itu, ya kalau di uang kan satu ekor kambing laku 1,2 juta x 2 ya sekitar 2, JT 400 apa lagi yang lain -lainya nggak ke hitung,
Sewaktu bebek mau dipanen atau bertelur, Samsul menambahkan, malah diambil sama Arjam.
“Kalau saya mau menuntut benar, atas kerugian yang dialami saya, bisa saja saya merasa sakit hati, karena kesemuanya itu tidak adanya ganti rugi,” imbuhnya.
Beda halnya, dari apa yang disampaikan Arjam, saya mendapatkan pelimpahan bebek petelur ini dari Samsul sebanyak 80 ekor, itupun ada yang mati dua ekor,
“Jadi bebek yang saya urus ternyata tersisa 78 ekor lagi, sudah saya sampaikan kepada Pak Kades bahwa bebek yang saya urus ini tersisa 78 ekor, namun kata Pak Kades itu tidak apa apa,” katanya.
“Saya membeli pakan bebek sehari 50 ribu rupiah, selama tiga bulan lamanya, sampai sekarang bebek tersebut belum ada yang bertelur,” ujarnya.
Dan perlu saya sampaikan ke Kakang (red wartawan) saya bekerja di kantor desa, sudah 8 bulan belum menerima gaji.
“Saya bekerja disini bersama istri saya sebagai OB dan keamanan, namun belum juga digaji sampai saat ini, dan saya ditunjuk Pak Kades sebagai ketua kelompok penerima manfaat dari program ketapang ini.
Menurut Pak Kades, untuk saat ini bebek petelur saat ini, diurus oleh Arjam masih 150 ekor, saat ditanyakan oleh awak media harga bebek, Kades menjelaskan senilai 85 ribu rupiah per ekor,” paparnya.
Sementara itu, Kepala Desa Sukanegara mengatakan untuk program ketahanan pangan ketua kelompoknya Arjam.
“Kalau untuk ketua kelompok ternak bebek dari dana Anggaran ketahanan pangan itu pak arjam, bebeknya juga masih ada 150 ekor harga satu ekor nya 85 ribu, kandang bebeknyapun ada di dekat kali,” ungkap Kades.
Namun saat di pertanyakan terkait bebek yang mati, Kades mengalihkan pembicaraannya menunjuk Bendahara, untuk menjawab pertanyaan dari rekan media.
Saat ditanyakan kembali terkait ternak lele, Kades saling tunjuk dengan bendahara, Kirul terkait anggaran, Kades menyatakan anggarannya itu 15 juta, sedangkan bendahara kirul menjawab delapan belas juta empat ratus enam puluh satu ribu rupiah.
Dengan demikian patut diduga dana ketapang tahun 2022 Desa Sukanegara Kecamatan Pontang dalam Pelaksanannya tidak sesuai rencana, terkesan menutup-nutupi.
Reporter: Tisna/Sarman
Editor: Uci