SERANG, penasultan.co.id – Program penanggulangan gizi buruk (stunting) bagi balita di Provinsi Banten tahun 2024 yang menelan anggaran fantastis mencapai Rp15.741.000.000 kini menjadi sorotan tajam publik. Program yang dilaksanakan oleh tiga Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yakni Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Provinsi Banten itu dinilai bias dan tidak tepat sasaran.
Program yang diklaim berfokus pada penanggulangan stunting di enam kabupaten/kota — Kota Serang, Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kabupaten Pandeglang — kini menuai tanda tanya besar terkait efektivitas dan transparansi penggunaannya.
Tiga OPD, Tiga Pelaksana, dan Makanan “Berbasis Pangan Lokal” yang Misterius
Dari hasil penelusuran awak media, diketahui bahwa program ini dijalankan dengan penyediaan makanan berbasis pangan lokal bagi balita penderita stunting. Namun, justru di situlah muncul persoalan: jenis makanan apa yang dimaksud “berbasis pangan lokal”?
Tercatat tiga perusahaan yang ditunjuk sebagai pelaksana oleh masing-masing OPD, yakni:
- PT Argobisnis Banten Mandiri (rekanan Dinas Sosial dan juga BLUD Pemprov Banten),
- PT Ammar Cahaya Ghanim (rekanan Dinas Kesehatan), dan
- CV Alfin Putra Mandiri (rekanan DPMD Provinsi Banten).
Sumber internal menyebut, TP-PKK Provinsi Banten menjadi operator utama dalam pelaksanaan kegiatan ini.
Adapun rincian anggaran dari masing-masing OPD antara lain:
- Dinas Kesehatan Provinsi Banten: Rp7.281.405.000 + tambahan Rp1.839.360.000 untuk gizi ibu hamil,
- Dinas Sosial Provinsi Banten: Rp7.281.405.000,
- DPMD Provinsi Banten: Rp1.178.190.000.
Program ini dijadwalkan berlangsung sejak Agustus hingga Desember 2025, meskipun pelaksanaan DPMD hanya berjalan sekitar 45 hari, sementara dua OPD lainnya hingga 90 hari.
Ketua KKPMP Kota Serang: “Tidak Rasional, Tidak Masuk Akal”
Ketua KKPMP Kota Serang, Robani, menilai kebijakan tersebut tidak rasional. Menurutnya, program yang seharusnya berbasis data justru difokuskan di Kota Serang, padahal jumlah balita stunting di kota ini relatif kecil.
“Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Serang per Januari 2024, jumlah balita stunting hanya 1.274 orang dan menurun menjadi 732 orang pada Juli. Jadi bagaimana bisa Kota Serang yang hanya punya 732 balita stunting disiram bantuan Rp15 miliar lebih dari tiga OPD? Ini tidak masuk akal,” tegas Robani. Kamis, (23/10/2025)
Ia menambahkan, data resmi Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 mencatat prevalensi stunting Provinsi Banten sebesar 21,1%, dengan penurunan paling signifikan hanya terjadi di Kota Tangerang (11,2%).
“Artinya, kabupaten/kota lain yang diguyur program besar justru tidak menunjukkan penurunan signifikan. Kami masih menunggu hasil SSGI 2025, apakah dana Rp15 miliar lebih itu benar-benar berdampak atau hanya jadi proyek seremonial belaka,” sindirnya.
Kekhawatiran Publik: Program Berpotensi Jadi Lahan Korupsi
Lebih lanjut, Robani menyampaikan kekhawatiran masyarakat terhadap indikasi penyalahgunaan anggaran dalam program tersebut.
“Kucuran dana Rp15 miliar lebih dari tiga OPD Pemprov Banten untuk penanggulangan gizi buruk nampaknya sudah bias dan tidak jelas sasarannya. Patut diduga, program ini hanya menjadi ajang bancakan bersama oleh tiga OPD dan TP-PKK,” pungkasnya.
Publik Menanti Transparansi Pemprov Banten
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Pemprov Banten maupun dari tiga OPD terkait. Publik berharap pemerintah dapat membuka data penerima manfaat dan realisasi kegiatan agar tidak menimbulkan dugaan negatif atas penggunaan dana yang bersumber dari uang rakyat tersebut.