Serang, penasultan.co.id – Peningkatan jalan lingkungan paving block di Desa Pancaregang, Kecamatan Tunjung Teja, Kabupaten Serang, menuai sorotan tajam publik. Proyek senilai Rp199 juta yang dikerjakan CV Sentosa Banten Raya ini diduga menggunakan pola pemasangan anyaman tikar yang tidak sesuai standar teknis dan regulasi untuk jalan lingkungan.
Proyek yang merupakan bagian dari Pembangunan Jalan Lingkungan Kawasan Pemukiman Kumuh Paket 1 tersebut berlokasi di Kampung Babakan RT 07/02. Meski baru selesai dikerjakan dua minggu lalu dan sudah melalui Provisional Hand Over (PHO), kualitas dan metode pemasangan paving block mulai dipertanyakan.

Temuan di Lapangan: Pola Anyaman Tikar untuk Jalan Lingkungan
Pantauan tim media di lokasi menemukan sejumlah kejanggalan. Sepanjang proses pemasangan, pelaksana proyek maupun konsultan pengawas dari Dinas Perkim Kabupaten Serang nyaris tidak terlihat. Lebih ironis, para pekerja bekerja tanpa menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).
Yang paling disorot adalah penggunaan pola anyaman tikar, padahal menurut standar teknis, pola ini hanya direkomendasikan untuk trotoar atau taman, bukan untuk jalan lingkungan.
Staf Desa Pancaregang berinisial IH mengonfirmasi bahwa proyek tersebut sepenuhnya milik Dinas Perkim Kabupaten Serang.
“Pekerjaan itu sudah selesai dua mingguan lalu dan sudah di-PHO. Pelaksana saya kurang tahu, yang datang waktu itu Ka Oman sama temannya, mungkin pelaksananya,” ujarnya, Senin (4/8/2025).
Dinas Perkim: Ada Justifikasi Teknis
Menanggapi kritik tersebut, Kepala Dinas DPRKP Perkim Kabupaten Serang, Okeu, membenarkan penggunaan pola anyaman tikar.
“Pemilihan pola ini berdasarkan justifikasi teknis yang mengacu pada Surat Edaran Dirjen Cipta Karya Nomor 16 Tahun 2020. Pola ini dipilih karena beban lalu lintas rendah hingga sedang dan efisien dari sisi biaya,” jelasnya.
Okeu menegaskan pola tersebut tetap memenuhi spesifikasi teknis yang berlaku, namun pihaknya akan mengevaluasi masukan dari media dan LSM.
“Kami akan konsultasikan ke Inspektorat dan Kementerian dalam waktu dekat,” tambahnya.
LSM: Diduga Ada Unsur Memperkaya Pihak Tertentu
Ketua LSM PAC Pemuda Banten Reformasi (PBR), Evi, menilai pola pemasangan ini tidak sesuai regulasi.
“Pola anyaman tikar itu seharusnya hanya untuk trotoar atau taman. Kalau untuk jalan lingkungan harus pola tulangan ikan. Penggunaan pola ini justru membuka peluang memperkaya pihak tertentu di luar keuntungan wajar yang diatur dalam Perpres No. 16 Tahun 2018,” tegasnya.
Evi memaparkan, dari sisi ongkos kerja (HOK), pemasangan pola anyaman tikar jauh lebih cepat dan murah dibanding pola tulangan ikan, sehingga ada selisih keuntungan besar bagi pemborong.
“Kalau anyaman tikar bisa selesai 10 hari, tulangan ikan butuh 20 hari untuk panjang yang sama. Dengan harga borongan Rp22 ribu per meter, selisih waktunya jadi keuntungan tambahan,” ungkapnya.
LSM PAC PBR memastikan akan menindaklanjuti dugaan pelanggaran ini.
“Insya Allah temuan ini akan kami laporkan ke Kejaksaan Negeri Serang,” pungkasnya.
[Ali]