Serang, penasultan.co.id – Proyek pembangunan Tembok Penahan Tanah (TPT) yang dikerjakan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Serang melalui Bidang Bina Marga, kembali menuai sorotan. Pekerjaan yang berlokasi di Jalan Nambo, tepatnya di area Teras Bendung, Kecamatan Ciruas dan Lebakwangi, diduga kuat dikerjakan asal jadi dan tidak sesuai spesifikasi teknis yang telah ditetapkan.
Proyek senilai Rp 349.630.000 ini dilaksanakan oleh CV Cahya Putra Mandiri dengan konsultan pengawas PT Lingga Layung Mega Makmur, dalam jangka waktu pelaksanaan 60 hari kalender serta masa pemeliharaan 180 hari kalender. Namun, fakta di lapangan menunjukkan indikasi ketidaksesuaian pekerjaan dengan standar konstruksi yang seharusnya.
Banyak Batu Renggang, Fondasi Tak Digali, Hingga Pohon Masuk ke Struktur TPT
Pantauan langsung awak media Penasultan.co.id di lokasi proyek menemukan banyak kejanggalan. Terlihat jelas beberapa pasangan batu tampak renggang, tidak saling mengikat, bahkan sejumlah bagian pondasi tidak digali sesuai ketentuan. Lebih parah lagi, proyek tetap dipaksakan berjalan meskipun terhalang pepohonan.
Beberapa batang pohon kelapa dan pohon lainnya dibiarkan berdiri tepat di tengah pondasi TPT. Alih-alih ditebang atau disesuaikan dengan perencanaan teknis, para pekerja justru menerabas bagian konstruksi mengelilingi batang pohon, membuat pekerjaan terlihat asal-asalan dan tidak profesional.
Material batu yang digunakan pun disinyalir tidak memenuhi standar. Pekerja di lokasi menyebut jenis batu yang dipakai lebih mirip batu cadas, bukan batu cakup yang lazim digunakan untuk konstruksi TPT.

HOK Diborong Murah, APD Minim: Pekerja Akui Banyak Kekurangan
Salah satu pekerja yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa sistem upah kerja atau Harga Ongkos Kerja (HOK) diborongkan per meter lari dengan harga Rp 135.000 per meter. Padahal sebelumnya disebutkan sistem borongan dihitung berdasarkan kubikasi.
Lebih memprihatinkan lagi, Alat Pelindung Diri (APD) yang diberikan kepada pekerja sangat minim. Pekerja hanya menerima sepatu dan rompi. Sarung tangan dan helm keselamatan, yang seharusnya menjadi standar wajib, tidak diberikan.
Pekerja tersebut mengaku sudah beberapa kali meminta agar pepohonan di lokasi ditebang karena menghambat pengukuran (memboplang). Namun usul itu diabaikan.
“Iya kang, HOK saya dibayar borongan per meter lari Rp 135.000. APD cuma dikasih sepatu sama rompi, sarung tangan sama helm nggak ada. Soal pohon, saya udah bilang kok ada pohon, tapi saya mah kerja aja. Kalau disuruh pasang ya saya pasang,” ujarnya,
Pelaksana Diduga Lempar Tanggung Jawab
Di sisi lain, komunikasi dengan pihak pelaksana proyek justru menambah kejanggalan. Ruben, yang diduga sebagai pelaksana lapangan, saat dikonfirmasi melalui WhatsApp menjawab tidak jelas dan malah melemparkan penjelasan kepada orang lain.
“Iya kang, ada kang Duloh dan kang Supri. Hubungi aja ya,” tulisnya singkat.Jumat (14/11/2025).
Saat dikonfirmasi, Supri yang mengaku sebagai “belut putih” pun menyatakan bahwa dirinya hanya menemani proyek tersebut dan kembali melempar informasi kepada pihak lain.
“Saya di proyek nemenin aja karena masih punya barisan. Kalau mau ke lokasi silakan telpon Duloh,” ujarnya.
Sikap saling lempar tanggung jawab ini semakin menguatkan dugaan bahwa proyek dikerjakan terburu-buru tanpa pengawasan ketat, baik dari pihak pelaksana maupun konsultan.




Masyarakat Pertanyakan Kualitas dan Pengawasan DPUPR
Dengan anggaran ratusan juta rupiah, masyarakat tentunya berharap pembangunan TPT dapat memberikan manfaat maksimal dan tahan lama. Namun kondisi lapangan yang semrawut, pekerjaan tidak mengikuti prosedur teknis, hingga adanya pohon yang dibiarkan masuk ke dalam struktur konstruksi, membuat kualitas proyek patut dipertanyakan.
Minimnya pengawasan dari konsultan PT Lingga Layung Mega Makmur juga menjadi sorotan. Jika hal-hal mendasar seperti pasangan batu saja tidak diawasi, dikhawatirkan bangunan TPT ini tidak akan bertahan lama dan justru berpotensi membahayakan warga sekitar.
Proyek Diduga Terburu-Buru dan Sarat Kejanggalan
Berbagai temuan di lapangan menunjukkan bahwa proyek TPT ini terkesan dikerjakan terburu-buru. Bahkan, dugaan bahwa pihak pelaksana tidak mengakui perannya dan saling melempar tanggung jawab semakin memperkuat kecurigaan adanya ketidaksesuaian pekerjaan dengan spesifikasi kontrak.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak DPUPR Kabupaten Serang belum memberikan penjelasan resmi terkait dugaan pekerjaan asal-asalan ini.
Penasultan.co.id akan terus melakukan penelusuran lanjutan dan meminta klarifikasi dari pihak terkait untuk memastikan transparansi penggunaan anggaran publik dan kualitas setiap pembangunan infrastruktur di Kabupaten Serang.
(Sah/Jap)







