Serang, Penasultan.co.id — Konflik di tubuh Karang Taruna Desa Kadu Agung, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Serang, makin panas. Setelah polemik penunjukan Ketua Karang Taruna secara sepihak oleh Kepala Desa (Kades), kini muncul fakta mengejutkan: dua Surat Keputusan (SK) Karang Taruna berbeda periode beredar, masing-masing mengklaim legalitas penuh.
SK pertama dipegang oleh Wahyu, dengan masa jabatan 2022–2027, sementara SK kedua menyebutkan nama Rio sebagai Ketua Karang Taruna periode 2025–2028, ditandatangani langsung oleh Kades Kadu Agung, Sueb. Kondisi ini memperkeruh suasana organisasi kepemudaan yang seharusnya menjadi ruang tumbuhnya kader pemimpin masa depan desa.
Diduga Langgar Permensos, Kades Klaim “Hak Prerogatif”
Penunjukan Rio dilakukan tanpa musyawarah ataupun aklamasi, yang jelas-jelas bertentangan dengan Permensos No. 25 Tahun 2019 tentang Karang Taruna. Dalam regulasi itu ditegaskan, kepala desa hanya berwenang mengukuhkan hasil musyawarah, bukan menunjuk sepihak.

Namun, saat dikonfirmasi, Kades Sueb justru berdalih dirinya memang menunjuk langsung ketua baru karena merasa punya kewenangan penuh. Bahkan lebih mencengangkan, ia mengaku menandatangani SK lama Wahyu sambil istighfar!
“Saya juga tandatangan SK yang dibawa si Wahyu itu sambil istighfar,” ungkap Sueb kepada redaksi Penasultan.co.id di Kantor Desa Kadu Agung, Senin (4/8/2025).
SK 5 Tahun Tapi Dibilang 3 Tahun: Siapa yang Memanipulasi?
Sueb menuding SK Wahyu yang menyebut periode 5 tahun merupakan permintaan dari Wahyu sendiri. Tapi Wahyu membantah keras tudingan tersebut. Ia menyatakan hanya meminta masa jabatan 3 tahun, bukan 5 tahun seperti tercantum dalam SK.
“Saya minta hanya 3 tahun. Tapi malah ditandatangani 5 tahun. Sekarang saya malah diberhentikan sepihak, saya akan bawa ini ke Kementerian Sosial,” tegas Wahyu.
Tak hanya itu, Wahyu menilai tindakan Kades sangat tendensius dan tidak prosedural. Ia menduga ada motif politik atau kepentingan tertentu di balik penunjukan Rio.
Wahyu juga menambahkan, niatnya hanya ingin menciptakan regenerasi kepemudaan secara terbuka, bukan dimatikan oleh intervensi politik desa.
“Keinginannya saya hanya ingin tata tertib demokrasi dan menciptakan regenerasi kepemudaan di desa serta membuka ruang para pemuda untuk berkarya”. Tutupnya.
Desa Gagal Tunjukkan Bukti Musyawarah
Lebih fatal, saat diminta bukti daftar hadir musyawarah pemilihan Karang Taruna, *pihak desa tak bisa menunjukkannya*. Sekretaris Desa, Tohir, bahkan mengaku tidak tahu menahu soal proses pergantian kepengurusan.
“Saya tidak tahu pasti, saat itu saya tidak ada di desa,” jawabnya singkat.
Hal serupa juga disampaikan Pepen, Kaur Pembangunan, yang hanya mengangkat bahu saat ditanya perihal dokumen pendukung.
Praktik Semena-mena, Demokrasi Desa Terinjak
Langkah sepihak Kades ini memicu gelombang protes dari kalangan pemuda dan penggiat tata kelola desa. Mereka menilai, intervensi ini mencederai nilai-nilai demokrasi dan berpotensi melemahkan independensi Karang Taruna.
Desakan Evaluasi dan Pemilihan Ulang Menguat
Dengan menguatnya bukti SK ganda dan dugaan pelanggaran aturan, publik mendesak agar dilakukan evaluasi total terhadap kepengurusan Karang Taruna Desa Kadu Agung. Mereka menuntut pemilihan ulang yang transparan, demokratis, dan sesuai prosedur.
Karang Taruna bukanlah perpanjangan tangan kekuasaan desa. Organisasi ini adalah ruang strategis generasi muda untuk berorganisasi, belajar kepemimpinan, dan berkontribusi dalam pembangunan desa. Ketika ruang itu dirampas demi kepentingan sepihak, maka demokrasi lokal sedang dalam bahaya.
Jika dibiarkan, praktik sewenang-wenang ini bisa menjadi bom waktu dalam tata kelola desa.
(Amin/Red)