Serang, penasultan.co.id — Proyek pembangunan konektivitas ruas jalan Desa Cimaung–Sukarame, Kecamatan Cikeusal, Kabupaten Serang, Banten, kini menuai sorotan tajam. Proyek yang menelan anggaran fantastis mencapai Rp7 miliar lebih dari APBD Provinsi Banten tahun 2025 itu diduga dikerjakan asal jadi dan sarat penyimpangan.
Proyek yang digarap oleh CV Putra Dua Mandiri dengan konsultan pengawas PT Sagara Giri Rejeki ini disebut-sebut menggunakan campuran tanah lempung untuk pemadatan betonisasi jalan. Dugaan tersebut muncul setelah tim investigasi penasultan.co.id menemukan banyak kejanggalan di lapangan.
Pekerja Tanpa APD, Material Diduga Murahan
Dari hasil penelusuran tim media di lokasi proyek, pelaksana dan konsultan pengawas tidak tampak di tempat. Para pekerja pun tampak bekerja tanpa alat pelindung diri (APD), bahkan beberapa di antaranya membawa peralatan kerja seperti sendok semen dari rumah sendiri.
Selain itu, penggunaan material seperti batu dan semen juga diduga tidak sesuai spesifikasi teknis. Pondasi tembok penahan tanah (TPT) terlihat tanpa lapisan pasir urug sebagai dasar, dan batu-batu pondasi hanya ditumpuk seadanya tanpa pola konstruksi yang jelas.


Seorang pekerja di lokasi, yang mengaku bernama Us, warga Kampung Bangkong, Cikeusal, mengungkapkan bahwa APD tidak pernah disediakan oleh pelaksana proyek.
“Kalau disediakan kami pasti pakai, tapi ini tidak ada. Sendok semen saja bawa dari rumah, sepatu pun masing-masing beli sendiri,” ujarnya, Selasa (11/11/2025).
Ia juga menjelaskan bahwa dimensi TPT dibuat secara acak tergantung medan, tanpa ukuran pasti.
“Lebar bawah sekitar 50 cm, tinggi 90 cm, tapi tergantung kondisi jalan. Kami ikut saja perintah di lapangan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Us menyinggung soal kualitas batu yang digunakan.
“Batunya warna-warni, ada merah, kuning. Katanya itu beskos untuk pemadatan, tapi kehujanan jadi begini,” ungkapnya.
Pengawasan Lemah, Anggaran Besar Dipertanyakan
Hasil investigasi di lapangan memperlihatkan lemahnya fungsi pengawasan dari konsultan dan pihak Dinas terkait. Para pekerja mengaku jarang melihat kehadiran pelaksana proyek maupun konsultan pengawas, yang semestinya memastikan mutu pekerjaan sesuai spesifikasi.
“Pelaksana proyek namanya Padil, orang Kronjo. Konsultan pengawas namanya Ari, tapi dari pagi nggak pernah ke sini. Nomor kontak juga nggak ada,” ujar salah satu pekerja di lokasi workshop.
Dengan nilai proyek yang mencapai Rp7 miliar lebih, kondisi tersebut memunculkan tanda tanya besar: ke mana fungsi pengawasan dan kendali mutu dari pihak terkait?
DPUPR Banten Diminta Turun Tangan
Hingga berita ini diterbitkan, pelaksana proyek dan konsultan pengawas belum memberikan klarifikasi resmi. Dugaan pengerjaan asal-asalan dan penggunaan material di bawah standar masih belum terbantahkan di lapangan.
Tim penasultan.co.id akan terus menelusuri dan mengawal proyek ini hingga benar-benar sesuai spesifikasi teknis. Publik berharap Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Provinsi Banten segera turun langsung ke lokasi untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh, bukan hanya menerima laporan dari pelaksana dan konsultan.

Jika benar ditemukan adanya pelanggaran teknis atau penyimpangan penggunaan anggaran, publik menuntut agar proyek senilai miliaran rupiah ini tidak dibiarkan menjadi ladang permainan oknum kontraktor dan pengawas.
(Tisna)







