Serang – Proyek pembangunan rabat beton yang baru selesai direalisasikan di Kampung Bojong RT 07, Desa Sukamanah, Kecamatan Tanara, Kabupaten Serang, menuai sorotan tajam publik. Alih-alih melibatkan masyarakat sekitar, proyek tersebut justru berjalan tanpa partisipasi warga dan tanpa papan informasi proyek (PIP) sebagaimana mestinya. Dugaan pelanggaran pun mencuat.
Investigasi media penasultan.co.id di lokasi menemukan sejumlah kejanggalan. Warga setempat mengeluhkan bahwa mereka tidak dilibatkan sama sekali dalam proses pengerjaan proyek, meskipun pekerjaan tersebut berlangsung tepat di depan rumah mereka. Ironisnya, proyek justru dikerjakan oleh orang-orang dalam, mulai dari perangkat desa hingga ketua RT.

“Pekerjaan baru selesai tiga hari lalu. Pekerjanya itu-itu saja, orang dalam semua. Kami yang nganggur di depan rumah, enggak dilibatkan. Seolah-olah masa bodoh,” ujar PR, salah satu warga RT 07, pada Kamis (05/06/2025).
Lebih memprihatinkan, dampak dari proyek justru merugikan warga. Ketinggian cor beton yang melebihi lantai rumah warga menyebabkan banjir ketika hujan turun. Tidak adanya saluran pembuangan air membuat air langsung menggenangi rumah-rumah warga.
“Lihat rumah saya, kalau hujan pasti banjir. Cor-nya lebih tinggi dari lantai rumah. Tidak ada saluran air sama sekali, padahal sebelumnya ada paralon buat aliran air. Ini benar-benar merugikan,” keluh salah satu warga lainnya.

Tak hanya dari segi dampak fisik, kualitas pengerjaan proyek pun dipertanyakan. Rabat beton terlihat berongga dan diduga kuat kurang pemadatan, sehingga mengancam ketahanan bangunan dalam jangka panjang.
Sementara itu, Pjs Kepala Desa Sukamanah, Jamaksari, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon dan pesan WhatsApp, memilih bungkam. Begitu juga dengan Fuad selaku Tim Pengelola Kegiatan (TPK) desa yang tidak memberikan tanggapan apapun.
Padahal, merujuk pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), setiap proyek yang menggunakan anggaran negara wajib dilengkapi dengan papan informasi proyek. Tanpa adanya PIP, masyarakat tidak mengetahui besaran anggaran, volume pekerjaan, dan waktu pelaksanaan proyek.
Ketiadaan informasi ini memperkuat dugaan bahwa proyek rabat beton tersebut tidak transparan dan sarat penyimpangan. Masyarakat hanya menjadi penonton di atas proyek yang seharusnya bisa menyerap tenaga kerja lokal dan memberi manfaat nyata, bukan malah menimbulkan persoalan baru.
Jika dibiarkan, praktik semacam ini bisa menjadi contoh buruk tata kelola dana publik di tingkat desa. Aparat penegak hukum dan inspektorat daerah patut turun tangan untuk menyelidiki lebih lanjut indikasi pelanggaran yang terjadi.
[Tisna]