Serang – Aroma ketidakberesan menguar dari kantor BRI Cabang Pandean, saat seorang ahli waris bernama Eni mengungkap kekecewaannya soal klaim asuransi yang tak kunjung cair usai kematian suaminya, almarhum Samudi. Alih-alih menerima pencairan dana asuransi Rp100 juta seperti yang dijanjikan, Eni justru mendapat tekanan untuk melunasi angsuran yang ditinggalkan mendiang.
Kisruh bermula saat pihak BRI disebut datang langsung ke rumah Eni untuk memberikan selamat atas klaim asuransi yang dikabarkan sudah disetujui dan tinggal menunggu pencairan dalam waktu satu bulan. Bahkan, menurut Eni, rekening khusus untuk asuransi pun sudah dibuatkan. Namun, harapan itu berubah jadi luka.
“Saya ditelepon untuk datang ke kantor, dikira mau pencairan. Tapi ternyata saya malah disuruh bayar angsuran. Katanya asuransi gagal,” keluh Eni kepada awak media, Selasa (20/5).
Lebih ironis lagi, Eni mengaku sempat didatangi staf BRI bernama Fikri yang bukan menawarkan solusi, melainkan mendesaknya untuk melunasi utang suaminya. Bahkan, Fikri disebut-sebut sempat menyarankan agar Eni menjual tanah miliknya.
Tak pelak, hal ini memantik pertanyaan besar: ada apa dengan proses klaim asuransi BRI Life?
Saat dikonfirmasi, staf administrasi BRI Cabang Pandean, Tedi, malah terkesan kebingungan.
“Kita juga bingung, Pak. Karena nggak ada nasabahnya. Meskipun dikuasakan ke Bapak juga, tapi di kita nggak ada pemberitahuan langsung adanya surat kuasa,” cetus Tedi, Senin (19/5).
Fikri, yang disebut-sebut sebagai pihak yang berkomunikasi dengan ahli waris, menyarankan agar diadakan pertemuan dengan pihak asuransi.
“Lebih baik kita adakan pertemuan antara pihak asuransi dan nasabahnya. Saya akan konfirmasi dulu ke pihak asuransi, karena yang lebih kompeten itu mereka,” ucapnya.
Senada, Rifda dari bagian asuransi BRI Cabang Pandean justru melempar tanggung jawab ke pusat.
“Kami hanya menjalankan tugas. Soal penolakan klaim, itu dari pusatnya. Kalau tidak puas dengan jawaban dari sini, silakan langsung ke BRI Life,” ujarnya datar.
Keterangan yang saling bertolak belakang, mulai dari janji manis di awal hingga pengingkaran secara sistematis, membuat publik patut bertanya: di mana tanggung jawab dan transparansi BRI dalam hal perlindungan nasabah?
Kasus ini kini menjadi potret buram pelayanan asuransi yang justru menyengsarakan keluarga nasabah. Bukan hanya kehilangan orang tercinta, tetapi juga harus menanggung beban utang yang semestinya ditanggung oleh proteksi asuransi.
(Aang)