SERANG — Dugaan praktik pungutan terselubung dalam pemanfaatan alat dan mesin pertanian (alsintan) bantuan pemerintah kembali mencuat ke permukaan. Sejumlah petani mengaku diwajibkan membayar biaya yang disebut sebagai jasa pemeliharaan traktor dengan nominal mencapai Rp1,5 juta per hektare setiap kali penggunaan.
Padahal, alsintan merupakan bantuan pemerintah yang bersumber dari APBN maupun APBD, yang pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian serta kesejahteraan petani, bukan justru menjadi beban biaya tambahan bagi penerima manfaat.
Sekretaris LSM Laskar NKRI, Akhmad Rizky Apriana, menegaskan bahwa praktik tersebut patut dipertanyakan dan berpotensi melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Jika benar terdapat kewajiban pembayaran Rp1,5 juta per hektare untuk penggunaan traktor bantuan pemerintah, maka hal ini patut diduga sebagai pungutan terselubung. Bantuan negara tidak boleh dialihkan menjadi beban finansial bagi petani,” tegas Akhmad Rizky, Selasa (16/12).
Ia menjelaskan, Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi secara tegas melarang setiap perbuatan yang merugikan keuangan negara atau menyalahgunakan kewenangan yang dapat menguntungkan diri sendiri maupun pihak lain.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menegaskan bahwa setiap tindakan pejabat pemerintahan harus memiliki dasar hukum yang jelas, tidak bersifat sewenang-wenang, serta wajib menjunjung asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), termasuk asas kepastian hukum, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Pengelolaan bantuan alsintan juga harus merujuk pada Peraturan Menteri Pertanian terkait penyaluran dan pemanfaatan alsintan. Regulasi tersebut pada prinsipnya mengamanatkan bahwa bantuan digunakan untuk kepentingan petani dan dikelola secara transparan oleh kelompok tani atau UPJA, bukan dijadikan objek pungutan sepihak yang membebani petani.
Lebih lanjut, Laskar NKRI menyoroti adanya perbedaan keterangan antara pernyataan lisan pihak dinas dengan notulen atau dokumen tertulis yang beredar di lapangan. Kondisi ini dinilai menimbulkan kebingungan serta keresahan di kalangan petani.
“Perbedaan narasi antara pernyataan lisan dan dokumen resmi ini berpotensi menyesatkan publik serta membuka ruang terjadinya penyalahgunaan kewenangan,” ujarnya.
Atas kondisi tersebut, LSM Laskar NKRI menegaskan akan mengawal dan memantau secara serius dugaan pungutan dalam pemanfaatan alsintan tersebut.
“Kami akan mengawal kasus ini hingga terang benderang. Negara harus hadir melindungi petani dan memastikan setiap program bantuan berjalan sesuai tujuan dan aturan hukum,” tutup Akhmad Rizky.
(min)







