Serang, penasultan.co.id – Proyek rehabilitasi dan renovasi Madrasah PHTC Provinsi Banten 2 yang berlokasi di Desa Sukasari, Kecamatan Tunjung Teja, Kabupaten Serang, kini menuai sorotan tajam publik. Proyek senilai Rp 40 miliar yang dibiayai oleh APBN tahun anggaran 2025 dan dikelola langsung oleh Kementerian Pekerjaan Umum Sarana Prasarana Strategis Banten melalui PT Abadi Prima Inti Karya sebagai pelaksana, diduga sarat penyimpangan dan penggunaan material tidak sesuai spesifikasi teknis.
Berdasarkan data kontrak, proyek tersebut tertuang dalam nomor HK.02.03./PPK/PS/SPK/RRMB2/VIII/2025 dengan masa pelaksanaan 120 hari kalender. Meski proyek strategis ini seharusnya diawasi secara ketat, fakta di lapangan justru menunjukkan minimnya pengawasan, bahkan kuat dugaan penggunaan material murahan.
Hasil penelusuran wartawan penasultan.co.id di lokasi, terlihat indikasi pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi teknis. Besi untuk tiang utama yang seharusnya berdiameter 12 mm, hanya terpasang 10,2 mm, sementara besi cincin hanya 5,6 mm. Selain itu, pemasangan batu terlihat berongga dan tidak menyatu dengan cor beton, menunjukkan kualitas pekerjaan yang jauh dari standar.


Parahnya lagi, semen yang digunakan diduga bukan standar premium—yakni menggunakan semen merek Conch yang tidak sebanding kualitasnya dengan Tiga Roda, padahal proyek ini bernilai puluhan miliar rupiah dan menggunakan dana negara.
Lebih memprihatinkan, pelaksana proyek maupun konsultan pengawas tidak terlihat di lokasi meski sudah beberapa kali didatangi awak media. Padahal, sesuai klausul kontrak, pelaksana wajib standby di lokasi selama pekerjaan berlangsung.
Salah satu pekerja bernama Edi, yang ditemui di area proyek, mengungkapkan bahwa kegiatan sudah berjalan lebih dari satu bulan, namun pelaksana dan konsultan pengawas tak pernah hadir di lokasi.
“Pelaksana gak pernah ke sini, konsultan juga gak ada. Mandor aja sering keluar. Anggarannya katanya Rp 40 miliar dan ada di tujuh titik, tapi di mana aja saya gak tahu. Kalau soal APD, katanya ada, tapi kenyataannya gak dipakai,” ujarnya.
Edi juga menyebut nama Feri, warga Tunjung Teja, sebagai pelaksana lapangan.
“Pelaksananya orang Tunjung Teja, kang Feri. Coba hubungi saja beliau. Kalau soal upah, belum tahu, mungkin dihitung setelah pekerjaan selesai,” tambahnya.

Namun, saat tim penasultan.co.id mencoba menghubungi Feri melalui telepon dan pesan WhatsApp, yang bersangkutan tidak memberikan respons. Pesan yang dikirim hanya dibaca tanpa jawaban.
Hingga berita ini ditayangkan, pihak pelaksana proyek, konsultan pengawas, maupun instansi terkait belum memberikan tanggapan resmi. Tim redaksi berencana mengonfirmasi langsung ke Kementerian Pekerjaan Umum Sarana Prasarana Strategis Banten dalam waktu dekat untuk meminta klarifikasi atas dugaan penyimpangan dalam proyek senilai Rp 40 miliar tersebut.
Proyek besar bernilai miliaran rupiah ini seharusnya menjadi contoh transparansi dan profesionalisme, bukan justru ajang pemborosan dan pelanggaran teknis yang mencoreng wajah dunia pendidikan di Banten.
[Tisna]







