Serang, penasultan.co.id — Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tengah digencarkan pemerintah di seluruh Indonesia pada dasarnya bertujuan mulia: menyediakan pangan sehat secara gratis bagi masyarakat. Namun ironisnya, di wilayah Kota Serang, tepatnya di Kecamatan Walantaka, justru terjadi dugaan penolakan terhadap wartawan yang hendak meliput aktivitas dapur MBG.
Insiden ini terjadi saat awak media penasultan.co.id mencoba mendatangi dapur MBG di Kelurahan Pabuaran dan Kelurahan Kalodran, Kampung Kemenduran, Jumat (14/11/2025). Bukannya disambut baik, para jurnalis justru menerima perlakuan sinis serta dilarang memasuki area dapur.
“Ini Privasi, Wartawan Tidak Boleh Masuk,” Ucap Pekerja
Seorang pekerja dapur MBG di Kelurahan Pabuaran dengan tegas menyampaikan larangan tersebut.
“Kami sudah di-briefing. Kami cuma kerja. Siapa pun yang bukan bagian dari dapur ini dilarang masuk apa pun tujuannya, pak. Ini privasi. Kalau mau masuk harus bikin janji dengan pengurus,” ujar salah satu pekerja.
Bahkan area parkir pun disebut tidak boleh digunakan tanpa izin pengurus dapur.
“Bapak juga dilarang memarkirkan kendaraan di pekarangan parkir ini tanpa izin. Ini sangat privasi, pak,” tambahnya.
Sikap tersebut menimbulkan tanda tanya besar mengingat MBG adalah program pemerintah yang dibiayai uang negara, sehingga seharusnya tunduk pada prinsip keterbukaan informasi publik.
Program Publik, Tapi Tertutup? Media Justru Dianjurkan untuk Mengawasi
Padahal secara prinsip, dapur MBG merupakan kegiatan yang sangat layak diliput demi memastikan:
- Proses memasak memenuhi standar kebersihan dan higiene
- Bahan makanan aman dari kontaminasi
- Pengelolaan sesuai petunjuk teknis
- Tidak ada penyimpangan anggaran
- Transparansi kepada masyarakat
Terlebih, program ini beberapa kali disorot publik karena adanya laporan keracunan massal di beberapa daerah. Banyak dapur MBG lain justru rutin mengunggah menu harian dan aktivitas masaknya sebagai bentuk keterbukaan.
Respons Pemilik Dapur: Ada Miskomunikasi
Saat dikonfirmasi, Endang, pemilik dapur MBG tersebut, memberikan klarifikasi:
“Oh iya pak, pemiliknya dengan saya. Sepertinya ada miskom, teman-teman di dapur. Bapak bisa koordinasi saja dengan saya,” ujarnya.
Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa pelarangan terhadap wartawan bukan kebijakan resmi, melainkan miskomunikasi internal. Namun peristiwa ini tetap dinilai sebagai tindakan penghalangan kerja jurnalistik.
UU Pers: Menghalangi Wartawan Bisa Dipidana
Perlu diketahui, tindakan menghalangi atau melarang wartawan meliput kegiatan publik—termasuk dapur MBG—adalah pelanggaran hukum.
Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, setiap orang yang dengan sengaja menghambat kerja jurnalistik dapat dipidana:
- Penjara hingga 2 tahun, atau
- Denda hingga Rp500.000.000
Program MBG yang dibiayai dana APBN/APBD secara otomatis menjadi objek liputan sah demi akuntabilitas publik. Menghalangi jurnalis berarti menghalangi hak publik memperoleh informasi yang benar dan akurat.
Selain itu, Pasal 8 UU Pers menegaskan bahwa wartawan dilindungi hukum saat menjalankan profesinya.
Transparansi Bukan Ancaman, Tapi Kewajiban
Kegiatan dapur MBG seharusnya terbuka dan dapat dilihat publik. Media bukan musuh, melainkan mitra kontrol sosial untuk memastikan:
- Makanan aman dikonsumsi
- Dana publik tersalurkan tepat sasaran
- Tidak ada kelalaian yang membahayakan masyarakat
- Program pemerintah berjalan optimal dan akuntabel
Penutupan akses justru menimbulkan kecurigaan dan kontraproduktif terhadap tujuan program.
Kesimpulan
Insiden penolakan terhadap wartawan di dapur MBG Pabuaran ini menjadi catatan penting bagi pihak pengelola maupun instansi terkait. Keterbukaan adalah kunci kepercayaan publik. Program pemerintah yang menggunakan uang rakyat seharusnya tidak bersikap “alergi” terhadap media.
Pemerintah daerah, pengelola dapur MBG, dan pihak terkait perlu memastikan bahwa transparansi adalah standar, bukan pengecualian.
(Arm/Red*)







