foto: kolam Ikan Lele Program Ketapang |
Serang – Program ketahanan pangan yang bertujuan untuk memastikan pemenuhan pangan bagi masyarakat kini menuai sorotan di Desa Panunggulan, Kecamatan Tunjung Teja, Kabupaten Serang, Banten. Program yang seharusnya mendukung keberlanjutan pangan ini justru diduga menjadi ajang bagi-bagi keuntungan bagi kepala desa dan kroninya.
Berdasarkan hasil investigasi penasultan.co.id, ditemukan sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan program ketahanan pangan yang dialokasikan dari Dana Desa (DD). Pada tahun 2023, program ini menerima anggaran sebesar Rp42.150.000 untuk bantuan bibit ikan lele. Namun, bibit tersebut tidak ditempatkan di Desa Panunggulan, melainkan di Desa Sukaraja. Ironisnya, program ini berujung gagal total (Gatot), dan yang lebih mengejutkan, Kepala Desa Panunggulan mengaku tidak mengetahui alokasi anggaran tersebut.
Masalah serupa kembali terjadi pada tahun 2024. Anggaran yang dialokasikan meningkat menjadi Rp58.750.000, yang digunakan untuk membeli 15.000 ekor bibit ikan lele. Namun, bibit tersebut diberikan kepada tiga orang warga tanpa adanya pembentukan kelompok budidaya ikan (Pokdakan) terlebih dahulu. Dari total anggaran yang dialokasikan, diduga hanya sekitar Rp2.400.000 yang benar-benar digunakan.
Johana, Imam, dan Sulaeman, yang bertanggung jawab mengurus ikan lele dari program tahun 2024, mengungkapkan bahwa mereka menerima masing-masing 5.000 ekor bibit ikan lele tanpa disertai bantuan pakan.
“Memang benar, kami bertiga menerima bantuan bibit ikan lele, masing-masing 5.000 ekor. Namun, kami tidak diminta untuk membentuk kelompok budidaya, hanya diberi bibit dan diminta mengurusnya sendiri. Selain itu, kami juga tidak diberikan pakannya,” ungkap mereka pada Jumat, 7 Februari 2025.
Imam menambahkan bahwa mereka menghadapi kendala besar dalam mengelola ikan lele tanpa dukungan pakan dan infrastruktur yang memadai.
“Pakan ikan itu sangat boros. Jika tidak ada bantuan pakan, kami harus mengeluarkan biaya sendiri. Selain itu, jika musim kemarau datang, kami mengalami kesulitan air. Seharusnya ada cadangan air melalui pengeboran,” keluh Imam.
Johana, yang juga menjabat sebagai RW 03, menyampaikan bahwa ia mendapatkan informasi dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) bahwa seharusnya kelompok budidaya ikan dibentuk terlebih dahulu sebelum menerima bantuan. Selain itu, ia juga mengaku bahwa banyak ikan yang mati, namun tidak ada instruksi untuk mendokumentasikan kejadian tersebut.
Sementara itu, Kepala Desa Panunggulan, Dulhani, saat dikonfirmasi mengenai program ketahanan pangan tahun 2023-2024, memberikan pernyataan yang membingungkan.
“Program Ketapang tahun 2023 itu diurus warga Panunggulan, tapi domisilinya di Sukaraja. Hasilnya gagal total karena kekeringan. Bibit ikan yang diberikan sekitar 45.000 ekor, dan saya juga memberikan pakan senilai Rp5 juta. Tapi soal anggaran, saya lupa karena sudah lama,” jelas Dulhani.
Terkait program tahun 2024, Dulhani menyebut bahwa program tersebut dikelola oleh RT Sulaeman di Kampung Mayat, dan bibit yang diberikan sebanyak 15.000 ekor.
“Kelompoknya itu ya RT, RW, dan warga. Nama kelompoknya saya tidak tahu. Program ini baru direalisasikan pada Desember kemarin. Pakan juga diberikan, tapi dibantu dengan limbah ternak. Anggarannya sekitar Rp24 juta. Sudah dulu ya, saya ada acara. Kalau mau ngobrol lebih lanjut, kita bisa bicara langsung nanti,” tutupnya.
Dengan adanya dugaan penyimpangan ini, masyarakat berharap agar pihak berwenang segera turun tangan untuk melakukan audit dan investigasi terhadap penggunaan anggaran Dana Desa dalam program ketahanan pangan di Desa Panunggulan.
(Tisna/Imat)