Serang – Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Serang kembali menjadi sorotan publik. Sejumlah aktivis mempertanyakan efektivitas proyek drainase yang dikerjakan dengan alat berat. Salah satu aktivis Kota Serang, Robi, mengkritisi penggunaan alat berat dalam proyek ini, yang dinilai kurang efisien dan berpotensi merugikan infrastruktur jalan di sekitar lokasi pengerjaan.
“Penggunaan alat berat seperti beko untuk menggali tanah dalam proyek drainase dan pemasangan u-ditch menjadi tanda tanya besar. Apakah memang ada urgensi sehingga harus menggunakan alat berat? Padahal, pekerjaan ini bisa dilakukan secara manual dengan tenaga manusia,” ungkap Robi.
Ia menyoroti bahwa penggunaan alat berat tidak hanya berdampak pada jalan yang semakin rusak akibat beban berat alat tersebut, tetapi juga mempercepat proses pengerjaan yang seharusnya bisa menyerap lebih banyak tenaga kerja lokal. Berdasarkan pengamatannya, pemasangan u-ditch hanya memakan waktu sekitar 3-5 hari kalender, sementara pemasangan drainase dengan turap penahan tanah (TPT) hanya berlangsung selama 15-20 hari. “Lantas, sisa waktu dari durasi kontrak kerja 60 hari kalender itu untuk apa?” ujarnya Kamis, (20/2).
Pekerja Kehilangan Mata Pencaharian
Seorang sumber yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa penggunaan alat berat dalam proyek ini telah mendapat persetujuan dari pihak dinas terkait. “Iya, Pak, kami menggunakan alat berat untuk pemasangan u-ditch dan drainase ini. Pihak dinas sudah mengetahuinya, bahkan alat berat tersebut berasal dari dinas,” ujarnya.
Namun, keputusan ini justru menuai protes dari para pekerja yang seharusnya mendapatkan manfaat dari proyek ini. Dengan keberadaan alat berat, banyak tenaga kerja yang kehilangan kesempatan bekerja, sehingga berdampak pada penghasilan mereka.

Sebelumnya, proyek drainase di Kampung Cisangku Ciwatek, Jl. Curug, Kelurahan Curug Manis, Kecamatan Curug, Kota Serang, juga menuai kritik publik. Proyek yang didanai APBD Kota Serang Tahun 2025 senilai Rp197.781.000 ini dinilai tidak sesuai standar karena pondasi lama tidak dibongkar terlebih dahulu dan pekerjaan tetap dilaksanakan meskipun terdapat banyak genangan air tanpa upaya pengeringan.
Minim Pengawasan dan Dugaan Material Tidak Sesuai Standar
Investigasi di lapangan mengungkapkan bahwa proyek tersebut diduga menggunakan material berkualitas rendah dan kurang pengawasan dari pihak pelaksana maupun konsultan. Beberapa bagian pondasi drainase hanya dibangun sebelah saja, memunculkan dugaan pengurangan volume pekerjaan.
Kepala pekerja di lokasi, Ompong, mengonfirmasi bahwa pelaksana proyek sudah lama tidak hadir di lokasi karena alasan pribadi. Sementara itu, upah pekerja juga menjadi sorotan, dengan tukang menerima Rp120 ribu per hari dan kenek Rp110 ribu per hari.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak pelaksana proyek dan konsultan pengawas belum bisa dikonfirmasi karena tidak berada di lokasi. Media masih berupaya meminta klarifikasi dari DPUPR Kota Serang terkait kebijakan penggunaan alat berat dan dugaan penyimpangan dalam proyek drainase ini.