Serang – PT Gunung Sari Utama, perusahaan peternakan yang berlokasi di Desa Sukalaba, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Serang, Banten, kembali menuai sorotan tajam. Perusahaan yang telah beroperasi selama puluhan tahun ini diduga kuat belum mengantongi izin resmi dan baru mulai mengurus kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan untuk karyawannya.
Dugaan kelalaian ini mengundang pertanyaan besar soal komitmen perusahaan terhadap keselamatan kerja dan tanggung jawab sosial. Seolah tak peduli, perusahaan yang telah lama berdiri ini diduga abai terhadap hak dasar karyawan dan dampak lingkungan sekitar.
Saat dikonfirmasi, Agus, salah satu manajer teknis PT Gunung Sari Utama, mengakui bahwa urusan BPJS masih dalam tahap pendataan. “Iya, kalau terkait BPJS itu baru didata, sedang dalam proses. Setelah itu masuk ke admin, terus ke pusat,” ujarnya saat ditemui di ruangannya, Kamis (10/04/2025).
Namun ketika ditanya lebih lanjut soal perizinan, Agus mengaku tidak tahu-menahu. “Saya tidak tahu soal izin, karena manajer di sini ada dua. Kalau saya hanya urus ayam biar sehat dan pakannya cukup. Selebihnya saya tidak tahu,” imbuhnya.
Sikap lepas tangan ini makin menambah tanda tanya soal tata kelola dan legalitas operasional PT Gunung Sari Utama.
Sementara itu, salah satu warga yang enggan disebut namanya mengungkapkan bahwa limbah dari kandang ayam perusahaan tersebut kerap terbawa air hujan dan langsung mengalir ke sawah serta sungai. “Setahu saya, itu tidak ada amdalnya. Air hujan yang bawa limbah dari kandang langsung masuk ke kali, soalnya tidak ada tempat penampungannya,” ucap warga tersebut.

Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya dokumentasi atau transparansi dari pihak perusahaan kepada pemerintah desa. Gufron, Sekretaris Desa Sukalaba, membenarkan bahwa hingga kini pihaknya tidak pernah menerima salinan dokumen perizinan apapun dari PT Gunung Sari Utama.
“Saya tidak tahu soal izin, karena sampai sekarang belum ada dokumen yang masuk ke desa. Yang saya tahu, ikan-ikan seperti wader itu banyak yang mati. Memang ada kompensasi untuk warga, tapi tetap saja dampaknya terasa,” tuturnya.
Ironisnya, perusahaan ini juga diduga tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang memadai. Limbah peternakan yang mencemari lingkungan sekitar telah menimbulkan keresahan warga.
Publik menanti tindakan tegas dari pemerintah dan instansi terkait. Apakah dugaan pelanggaran ini akan terus dibiarkan? Ataukah akhirnya ada langkah konkret untuk menegakkan aturan dan melindungi hak warga serta lingkungan?
(Amin/Udin)