Serang, penasultan.co.id – Proyek pembangunan rabat beton yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2025 di Kampung Kaibon Kecil, RT 007/003, Desa Kemanisan, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten, kini menuai sorotan publik.
Pasalnya, proyek senilai Rp33.668.000 itu diduga tidak sesuai dengan spesifikasi teknis. Temuan di lapangan menunjukkan sejumlah kejanggalan yang cukup mencolok, mulai dari retakan pada beton sebelum dilalui kendaraan, dugaan kekurangan ketebalan dan lebar, hingga penggunaan material yang tak lazim seperti puing-puing bekas rumah sebagai begisting.
Hasil investigasi tim penasultan.co.id mengungkap bahwa ketebalan rabat beton di lapangan hanya sekitar 9 cm—lebih tipis dari standar 10 cm. Lebarnya pun kurang dari 120 cm sebagaimana tercantum dalam spesifikasi. Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai kualitas pekerjaan dan pengawasan dari pihak desa.

Menariknya, Kepala Desa Kemanisan, Saepuloh Rohman, yang sebelumnya berjanji untuk memberikan klarifikasi kepada media pada Rabu (28/05/2025), justru tidak kunjung menemui tim jurnalis. Dalam sambungan telepon terakhir, Saepuloh sempat menyampaikan alasan keterlambatan karena sedang menunggu anggota Polsek. Namun, setelahnya, telepon selulernya tidak lagi aktif hingga berita ini diturunkan.
“Maaf Kang, saya belum bisa ketemu hari ini. Besok saja kita ketemu agak sore, karena sekarang saya sedang menunggu anggota Polsek,” ucap Saepuloh saat dihubungi, sebelum akhirnya memutuskan sambungan telepon.
Sayangnya, pada waktu yang telah dijanjikan, kades tidak juga muncul. Sikap menghindar ini justru memunculkan pertanyaan lebih besar di masyarakat: ada apa dengan proyek rabat beton di Desa Kemanisan?
Salah seorang pekerja proyek yang ditemui di lokasi mengaku bahwa pengerjaan dilakukan secara borongan.
“Borongan per meter Rp40 ribu. Kami kerja 11 orang. Ukurannya 10 cm tebal, lebar 120 cm, total panjang 79 meter. Kalau soal lebih detail, langsung saja ke kepala desa,” ungkapnya.
Keterbukaan informasi publik menjadi sorotan penting dalam proyek-proyek yang dibiayai uang rakyat. Ketika pejabat desa memilih menghindar, kepercayaan masyarakat bisa terkikis. Dugaan penyimpangan ini pun perlu segera ditindaklanjuti oleh pihak berwenang, agar pembangunan desa tidak hanya menjadi simbol formalitas semata.
(Tisna)