Serang — Pemerintah Kota Serang kembali menuai sorotan tajam dari masyarakat sipil dan aktivis kebijakan publik. Kali ini, kritik mengarah pada dugaan ketidaktransparanan dalam pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang diklaim berasal dari pengembang properti PIK 2.
Meski beredar informasi bahwa PIK 2 telah menyalurkan dukungan dalam bentuk CSR kepada Pemkot Serang, hingga kini belum ada kejelasan resmi mengenai besaran dana yang diterima maupun peruntukannya. Kondisi ini memicu tanda tanya publik serta tudingan bahwa pemerintah tidak transparan dalam tata kelola dana sosial tersebut.
“Ini bukan sekadar soal administrasi, ini soal hak masyarakat untuk tahu. Dana CSR adalah bentuk tanggung jawab sosial korporasi kepada publik, maka penggunaannya wajib diumumkan secara terbuka,” tegas Akhmad Rizky, aktivis kebijakan publik Banten, saat dimintai tanggapannya, Sabtu (10/5).
Rizky menilai, sikap tertutup Pemkot Serang berpotensi menimbulkan spekulasi negatif dari masyarakat, terutama karena tidak adanya laporan terbuka ataupun pelibatan publik dalam perencanaan penggunaan dana CSR.
“CSR bukan hibah gelap. Harusnya bisa digunakan untuk sektor prioritas seperti pendidikan, kesehatan, penataan lingkungan, atau pemberdayaan UMKM. Tapi bagaimana kita bisa tahu arahnya kalau datanya saja tak pernah diumumkan?” ujarnya.
Ia menambahkan, di tengah berbagai tantangan daerah seperti kemiskinan, banjir, jalan rusak, hingga minimnya ruang terbuka hijau, dana CSR semestinya menjadi peluang strategis. Namun, manfaat itu hanya bisa dirasakan jika pemerintah bersikap transparan dan akuntabel.
Sayangnya, hingga berita ini diturunkan, Pemerintah Kota Serang belum merilis informasi resmi terkait jumlah dana CSR dari PIK 2 maupun rencana penggunaannya. Tidak adanya publikasi data melalui situs resmi ataupun kanal informasi publik lainnya dinilai bertentangan dengan semangat *Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik*.
“Kami mendesak Wali Kota Serang dan seluruh jajarannya untuk segera membuka data: berapa jumlah CSR dari PIK 2, kapan diterima, bentuknya seperti apa, dan akan digunakan untuk apa saja. Jika ini terus dibiarkan, berpotensi masuk ke wilayah pelanggaran tata kelola dan konflik kepentingan,” tutup Rizky.
Masyarakat kini menunggu klarifikasi dari Pemkot Serang agar polemik ini tidak meluas menjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah daerah.
(Amin/red)